May 11, 2012

Farah Goes to Mall


May 8, 2012

Rindu

 Tahukah engkau, apa yang aku rindu melebihi rindu dalam setiap definisinya yang kita cerna melalui jutaan aksara?

Ia.
Membentang pertemuan dengan-Nya, membuka tabir dan kemudian menatap Wajah-Nya tanpa pemisah.

Dan setidaknya di dunia ini, kita singgah di rumah-Nya yang agung. Bersama-sama duduk menyembah. Melafazkan asma-asma-Nya yang menyemesta bersama selautan hamba.

Sampai suatu hari, engkau katakan inginmu untuk datang ke sana. Tahun ini. Di Ramadhan istimewa. Kita berdua.
Oh tidak, bertiga bersama buah cinta kita agar ia resapi pengalaman bertamu pada-Nya meski paham belum bisa ia telaah.

Lalu entah mengapa 2 pekan terakhir keharuan itu hadir. Terselip usai shalat berakhir.
Ada cekat-cekat yang menyesak tiba-tiba. Ada rindu yang hanya bisa tunai dalam jumpa.

Apakah kita telah terpanggil?

Bahkan kita pun tak tahu bagaimana ia akan menjadi nyata. Dunia jauh dari genggaman, bahkan bisa jadi sekarang layak dirasa beban. Seperti panggulan besar yang memayahkan meski ditanggung bersama; kerap menguras fikiran dan membuat asmamu kambuh seketika.
Keinginan ini benar-benar tidak logis. Tampak mustahil dan seolah khayalan.

Tapi Ia telah ajarkan kita untuk beriman. Untuk percaya. Untuk berserah.
“Jika tekadmu telah bulat, maka bertawakkallah kepada Allah.”
Maka, seperti yang sering kauucap, “seorang juara akan selalu berpikir tentang ‘bagaimana caranya’.. bukan berhenti menyerah atas keadaan atau kesulitan.”, engkaupun merajut ikhtiar sambil berharap-harap.

Dan ba’da isya berjama’ah tadi, setelah kuungkapkan cita yang sama, jiwa kita saling menerawang rencana. Bila Ia berkehendak, dunia kita yang getir itu akan tertaklukkan, untuk kemudian kita dapat berjalan beriringan menuju Rumah yang dirindukan.

Jangan salahkan jika mata ini mengabur.  Jiwa letih ini ingin menyungkur syukur di tengah hiruk-pikuk persinggahan yang amat singkat tetapi mampu mencipta kufur. Biarlah serambi-Nya dulu yang kali ini kita sentuh. Karena Firdaus masih teramat jauh, walau kita tak pernah tahu siapa yang lebih dulu melabuh sauh.



Jadi... apakah kita telah benar terpanggil?

Kali ini aku tetap ingin merasa yakin.
Karena bagi-Nya segalanya mungkin.

***

Senin 070512. 23:27 wib. Di tengah kesibukanmu menyongsong Jayakarta.

MPASI Pertama Farah



6 Bulan, saatnya Farah makan!!

Yeah..akhirnya tiba juga masa-masa MPASI. Saat-saat yang Bunda tunggu-tunggu dengan deg-degan..hoho. Bingung-bingung deh, banyak browsing malah tambah pusing.  “Buah dulu atau serealia dulu ya.. trus kalo buah, buah apa dulu sebaiknya. Trus jam brapa dikasih makannya. Berapa banyak..dst dst.”
Tentu saja google jadi andalan di tengah kebingungan ini. Bolak-balik search di grup, lacak sana-sini, sampai akhirnya memilih untuk ngasih makan buah dulu di MPASI perdananya Farah. Puree alpukat!

Secara garis besar sih katanya ada 2 mainstream MPASI awal. Ada yang berpendapat buah dulu, dengan alasan buah lebih ‘ramah lambung’, mengingat usia 6 bulan masih fase adaptasi dari makan hanya ASI saja, menjadi campur dengan makanan lainnya. Mainstream lainnya adalah yang memberikan makanan pokok daerah setempat, seperti tepung beras putih/merah, atau dengan kata lain biasa disebut ‘serealia’. Serealia diberikan pertama kali karena meminimalisir resiko alergi. Dan katanya kalau bayi sudah kenal rasa manis dari buah, ia berpotensi menjadi picky-eater (pemilih) ß case ini mungkin kasuistik ya. Sebab ada juga bayi yang tetap doyan makan apapun meski di awal MPASI-nya makan buah2an.

So sembari deg-degan Bunda bikinin Farah puree alpukat deh. Gak nyangka banget maemnya lahap. Horeee...!!! Alhamdulillaah..lega banget rasanya.

Hari pertama disarankan 3 sdt aja. Tapi berhubung Bunda sayang liat puree-nya nyisa, jadi Bunda suapin aja terus. Lagian Farahnya juga keliatan masih lapar. Hohoho..
Tiba-tiba sore hari Farah pup, padahal biasanya pagi. Cair dan ada serat2nya gitu. Keliatannya sih normal sebagai reaksi zat baru yang masuk ke tubuh.
Hari kedua sampai keempat masih puree alpukat. Semuanya alhamdulillah lancar jaya dan tidak ada tanda-tanda Farah alergi. Berarti alpukat aman deh buat Farah ^_^

Hari kelima, Farah mulai coba puree pepaya. Doyan juga :DDasar anaknya doyan makan kali ya..hehehe.. mudah-mudahan lancar juga sampai 3 hari ke depan, karena menunya baru boleh ganti setiap 3-4 hari untuk cek ada alergi atau tidak.

Ternyata benar apa yang teman-teman Bunda bilang. Kalau MPASI awal justru masih relatif mudah dan gak terlalu membingungkan. Nanti kalau sudah 8 bulan ke atas, biasanya akan lebih bingung karena harus bikin menu MPASI yang variatif supaya anaknya gak bosan.

Wah seru juga ternyata.. Semoga Farah sehat selalu ya, dan Bunda juga semangat menjaga asupan bergizi buat Farah. All the best for you, cinta :)


***

260412. 22:55 wib

Apr 26, 2012

Menjemput Esok



Bismillah.

Ada harapan besar ketika gayung bersambut hari itu : untuk dia dan dia. Setidaknya ikhtiar ini bisa memulai langkahnya. 

Dan mereka berjalan. Bertatap muka kemudian. 

Tapi entah. Langkah itu ternyata hanya diayunkan sekali lalu berhenti dan bahkan bisa jadi mundur lagi. Tidak ada penjelasan kecuali sebaris kalimat yang tak tepat konteksnya, kurasa. Bahwa benar, masa lalu kadang membunuh kita, membuat ketegapan berubah menjadi keraguan : sadar bahwa kita pernah terluka, lalu kita begitu waspada agar tak terjatuh lalu kembali lara. Tapi sungguh, serpihan kerikil itu hanya terlihat bak bongkah batu besar, padahal nyata-nyata ia sekedar ketakutan, serta kehati-hatian yang terlalu berlebihan. Dan ia benar jatuh. Lagi. Celakanya, apakah ia kerikil ataukah karang itu yang tak jelas, karena tak diraba apa bentuknya.

Lalu aku bertanya ‘mengapa?’ serta ‘bagaimana kalau..., apakah bisa?’

Tapi jawaban pertanyaanku adalah awan yang meliuk mengikuti angin yang membawanya. Tampak pasrah. Di permukaan terlihat berserah, tapi ditelisik tersembul menyerah. Tipis memang bedanya.


Bagaimana bisa, kaumemiliki cita tetapi bahkan kau tak mulai dengan rasa ingin tahu seperti apakah cita itu akan dapat dicapai? Tidak ada pertanyaan untuk menjaring kejelasan, setidaknya gairah yang menunjukkan bahwa benar kau ingin mencapainya, atau setidak-tidaknya, tunjukkan bahwa kau benar-benar memiliki cita-cita itu. 

Ada ribuan hati yang menyalahkaprahi perjalanan singkat di dunia ini. Bahwa kemauan tidaklah cukup untuk memperoleh apa yang mereka inginkan. Bahwa keinginan saja tidaklah sebanding dengan harapan yang kita langitkan tinggi-tinggi menggapai andromeda. Itu sebabnya takdir seringkali memihak mereka yang bersungguh-sungguh berupaya, untuk kemudian total berserah pada yang Maha Mengaturnya. Bukan yang menyerahkannya pada alir demi alir, hembus demi hembus, hingga air serta angin menjadi kambing hitam yang tak semestinya dalam filosofi ini : hidupku mengalir seperti air, dan biarkan angin membawanya kemana ia ingin.

Tapi barangkali, beginilah skenario untuknya kali ini: berusaha menyenangkan hati sesama, tapi tak miliki hasrat alami yang mendorongnya melakukan pilihan-pilihan dalam hidup. Ada usaha yang terpaksa, tak bergairah, sehingga wajar jika antusiasmenya tak muncul, padahal bentang waktu sudah semakin menghimpitnya. Dan lalu muncullah prasangka baiknya yang berlonjak-lonjak, lebih mirip pembenaran yang kuharap ia tak lagi gunakan. “Dia bukan yang terbaik, dan akan datang yang terbaik suatu saat nanti.”

Sampai kapan?

Jika saja ada pembelajaran, tentu evaluasi itu tak lagi melulu penghiburan diri, tapi lebih pada perubahan sikap, kepantasan memiliki takdir yang harus direbut, bukan dihadiahkan.

Pada jiwa yang ini, bisa jadi aku tak cukup memahami. Mungkin akan datang masa dimana ia perlu menentukan sendiri bagaimana takdirnya akan ia lukis. Masalahnya, sampai kapan penantian itu dirajut, di titik ini aku hanya bisa mendoakan, semoga kesabarannya senantiasa bersemi, bermekaran.


Untuk seorang sahabat, semoga Allah mudahkan.
02042012, 19:09 wib

Rumit


Bismillah.


Sudah sering sekali nasihat itu terdengar di telinga, tertatap di mata, dan terekam dalam kelip-kelip neuron syaraf ini.
“Jangan berharap pada manusia. Jangan hiraukan penilaian manusia. Berharaplah hanya pada Allah yang tak akan pernah mengecewakanmu.”

Tapi sabar yang katanya ada pada benturan pertama, tak juga membentuk diri di kala ujian yang serupa datang menyapa-nyapa.

Ada kalanya kemanusiaan kita meminta haknya. Menagih untuk dimengerti. Meronta saat disalahpahami. Dan ia semakin menghebat berontaknya ketika godam pengujinya memukul  berulang-ulang, bertubi-tubi, berkali-kali.

Betapa rumitnya manusia.

Apa yang tampak semestinya tidak menjadi parameter cerminan apa yang terkandung jauh di lubuk hati sana. Maka godaan bagi si mata yang hanya dua itu adalah, bagaimana ia bisa membuat hati tak menafsir sesuka dirinya, dan karenanya analisa mendalam perlu dilakukan sembari memaksimalkan cara kerja otak yang divergen bercabang ke berbagai arah. Bukan seperti si ‘kacamata kuda’ yang tak pandai mempertimbangkan sekian banyak kemungkinan.

Dan semakin rumit lagi ketika figur otoritas yang bisa saja mengklaim pembenaran atas prilakunya, berperan dalam cerita ini. Lidah menjelma hakim, hakim menjelma tuhan, dan kalau sudah begitu, apa yang bisa dirimu lakukan?

Yang tampak baik sangat mungkin diterima buruk. Yang buruk semakin jadi di-cap busuk.
Lari, barangkali menjadi solusi terbaik, bukan?

Mudah-mudahan, jika bukan karena tak lulus ujian, ada putih yang menghadap di hari kemudian. Engkau memang terus diuji agar kembali dalam keadaan putih. Hanya jika sabar lagi-lagi menjadi energi tak berkesudahan.



Menggalaudimalamminggu 31032012, 22:38wib.

Harapan vs Realita




Satu tahun.

Apa yang membuat orang bertahan hidup? Atau kembali memaknai harinya, atau bangkit setelah jatuh, atau setidaknya berpikir, ‘i still have tomorrow’?

Harapan, katanya.

Tapi yang lain bilang, ‘Manusia kecewa karena memiliki keinginan. Maka berhentilah menginginkan sesuatu jika kau tak ingin kecewa.”

Rumit. Kehidupan nyatanya tak sesederhana “berkeinginan, berpengharapan, tidak berkeinginan, tidak berpengharapan, ...”

Dan aku punya sejuta ingin.
Tapi realita membenturku dan seolah bilang, “tidak mungkin.”

Hmmm.... 
Sudah satu tahun. Sudah seperti apa jembatan yang kubangun?


12.02.2012, 0:27 wib.

Mar 19, 2012

Bergerak Meninggi

Ada kesejatian yang menggantikan luapan gairah cinta, dan rasanya itu lebih kekal. Bukan lagi sekedar 'passionate love', dimana kedekatan fisik mengalirkan endorfin yang meluap-didih dalam letup-letupnya, tapi cinta beranjak ke tempat yang lebih tinggi, dengan cita rasa memalung, juga mengakar.


Maka ketika sumbunya menerang nyala, romantisme mungkin menjelma bumbu pelengkap kemudian. Sudah kautemukan perasaan cinta yang bergetar lain dalam senyap kekaguman, dalam rembes kesyukuran, dalam kukuh keterikatan. Ia muncul di saat-saat genting juga lapang, ketika hal sepele maupun mahaberat menghinggap sesuka-suka mereka. Di kepalanya berkelindan rencana untuk terus bertahan. Di tangannya berurat pekerjaan untuk diselesaikan. Dan di hatinya ada tekad bergurat-gurat untuk mewujudkan jutaan impian.


Dan kita mungkin tidak melulu sempat berbincang sembari mendekatkan raga, mengistirahatkan jiwa. Waktu beranjak cepat, dinamis penuh tantangan dikejar zaman. Tapi disitulah cintamu dipasung bangunan agung bernama iman dan kepercayaan. Meski terkadang terbawa duga yang dirajut manis para durjana, engkau akan paham ketika ia pulang dalam kerut lelah yang membadainya seharian. Pun begitu, masih cukup tenaganya untuk terbangun malam-malam; sekedar menghangatkan susu atau turut menenangkan tangisan.


Benar. Cinta bergerak dari romantika menuju komitmen yang kuat. Dan kuatnya komitmen teruji dari pengorbanan keseharian, dalam perbuatan yang hanya perlu dilakukan.

Disitulah kita semakin memaknai kesejatian cinta dalam bakti dan amal, bukan lagi fase mengurai kata semata. Karena jika engkau mengaku cinta, maka pekerjaanmu selanjutnya adalah memberi sebanyak-banyaknya.




Rabu, 02.11.2011 - 13:08 wib.

~untukmu, yang slalu sigap menafkahi kami, menggendong, menggantikan popok dan memandikan putri kita : terima kasih telah menjadi suami & ayah yang kami banggakan...

Selamatkan ia, yaa Alloh.. Aku telah menyaksikan.

Ghadhul Bashar, Oh.. Ghadhul Bashar...


Bismillah..


Hari ini saya bertatap muka dengan seorang ustadz yang berkantor di DPR-MPR. Biasa disapa ‘ustadz’ karena memang beliau sering mengisi ceramah atau qiyamullail berjamaah di banyak tempat. Wawancara ini eksklusif untuk membantu kepentingan tesis teman saya yang tak bisa pulang kampung karena kuliah di negeri sakura.


Sepanjang wawancara itu hati saya tak enak.

Yang pertama, saya dadakan ‘nodong’ beliau; ketuk pintu ruangannya, menyerahkan abstrak tesis untuk beliau baca sembari menyelesaikan makan siangnya, dan tak lama langsung memberondong dengan sekian banyak pertanyaan.


Saya berulang-ulang membuat janji dengan anggota legislatif yang lain dan sulitnya minta ampun karena padatnya jadwal sidang, rapat, dan sebagainya. Tapi beliau, ujug-ujug saya datangi dan bersedia saya wawancara saat itu juga. Oh, thanks Allah, he’s so kind.


Ketidakenakhatian kedua adalah, sepanjang wawancara mata beliau hanya mengarah ke kertas yang beliau pegang. Maksud saya, saya-nya yang jadi tak enak karena malah lekat-lekat memperhatikan beliau.


Saya nyaris lupa dengan kebiasaan itu.

Ghadhul bashar, atau menundukkan pandangan, (memang seharusnya) dilakukan ketika kita bertatapan dengan sesuatu yang berpotensi menyebabkan karat hati.


Jadi.. saya ini bikin hati berkarat??

Yaa.. mana saya tahu. Tapi pandang-memandang antarlawan jenis baisanya memang rentan menimbulkan penyakit hati. Dan saya yakin sang ustadz berusaha menjaga pandangannya terhadap perempuan nonmahram yang mewawancarainya ini.


Lalu apakah saya juga ber-ghadhul bashar?

Tentu tidak! *koq jadi bangga.. -_-‘


Seperti yang saya katakan tadi, mata saya memandangi beliau. Memperhatikan gesture dan jawaban-jawabannya sambil sesekali menimpali, menyetujui, atau sekedar menggumam kecil. Mungkin karena terbiasa berhadapan dengan anak-anak dan orangtuanya dimana eye contact sering saya lakukan, saya jadi lebih biasa menatap mata mereka lekat-lekat. Kalau saya menatap ke arah lain, bisa-bisa dianggap tak sopan. Walau sebenarnya ghadhul bashar justru lebih besar maknanya untuk memuliakan dan menghormati lawan jenis kita, karena kita menjaga penglihatan terhadap dirinya. (waktu di kampus dulu, seringkali ghadul bashar jadi bahan ledekan.. "woi..ngomong ama orang apa sama tembok!" gara-gara ngomong sambil ngeliatin tembok, bukan menghadap lawan bicara. atau bisa juga.."nyari duit ya? matanya ngliat ke bawah mulu..." Ckckk.. >.<


Jadi begitu saya mewawancara, ustadz ini hanya tampak memasang telinganya baik-baik, lalu menjawab dengan seperlunya, padat tak bertele, dan selama itu pula matanya tak lepas dari melihat kertas, tembok, langit-langit, meja, sofa...

Hellooo, ustadz... i am heeere! *minta digaplok :D


Tapi yaa..saya tidak badung-badung amat sih.. 30 menit bertemu dengannya tentu cukup membuat saya berkaca.

Saya tidak tahu kadar shalih beliau. Dan saya sama sekali tak punya hak menilai-nilai. Tapi berjumpa dengannya, berhadapan dengan sosoknya, sudah mampu mengingatkan saya pada Allah. Ya untuk menjaga pandangan tadi. Persis seperti sebuah kalimat hikmah yang acap saya dengar, “Teman yang shalih adalah yang apabila kamu melihatnya, kamu menjadi ingat Allah.”


Baiklah...

Besok-besok kalau ketemu ustadz-ustadz, saya bakalan ghadhul bashar juga deh.. *lho*

Eh maksudnya kalau lagi ngobrol sama lawan jenis atau ngeliat yang berpotensi ngotorin hati :D

Ohya, hampir lupa. Nama ustadznya, Drs. Almuzammil Yusuf, dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera.



Kamis, 160111, 20:05wib

Feb 26, 2012

Sosok Seorang Ayah bagi Anak Perempuannya

Biasanya, bagi seorang anak perempuan yang sudah dewasa, yang sedang bekerja diperantauan, yang ikut suaminya merantau di luar kota atau luar negeri, yang sedang bersekolah atau kuliah jauh dari kedua orang tuanya.....
Akan sering merasa kangen sekali dengan Mamanya.

Lalu bagaimana dengan Papa?

Mungkin karena Mama lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari,
tapi tahukah kamu, jika ternyata Papa-lah yang mengingatkan Mama untuk menelponmu?

Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Mama-lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng,
tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Papa bekerja dan dengan wajah lelah Papa selalu menanyakan pada Mama tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian?

Pada saat dirimu masih seorang anak perempuan kecil......

Papa biasanya mengajari putri kecilnya naik sepeda.
Dan setelah Papa mengganggapmu bisa, Papa akan melepaskan roda bantu di sepedamu...
Kemudian Mama bilang : "Jangan dulu Papa, jangan dilepas dulu roda bantunya" ,
Mama takut putri manisnya terjatuh lalu terluka....
Tapi sadarkah kamu?
Bahwa Papa dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI BISA.

Pada saat kamu menangis merengek meminta boneka atau mainan yang baru, Mama menatapmu iba.
Tetapi Papa akan mengatakan dengan tegas : "Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang"
Tahukah kamu, Papa melakukan itu karena Papa tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi?

Saat kamu sakit pilek, Papa yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata :
"Sudah di bilang! kamu jangan minum air dingin!".
Berbeda dengan Mama yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut.
Ketahuilah, saat itu Papa benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.

Ketika kamu sudah beranjak remaja....

Kamu mulai menuntut pada Papa untuk dapat izin keluar malam, dan Papa bersikap tegas dan mengatakan: "Tidak boleh!".
Tahukah kamu, bahwa Papa melakukan itu untuk menjagamu?
Karena bagi Papa, kamu adalah sesuatu yang sangat - sangat luar biasa berharga..

Setelah itu kamu marah pada Papa, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu...
Dan yang datang mengetok pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah Mama....
Tahukah kamu, bahwa saat itu Papa memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya,
Bahwa Papa sangat ingin mengikuti keinginanmu, Tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu?

Ketika saat seorang cowok mulai sering menelponmu, atau bahkan datang ke rumah untuk menemuimu, Papa akan memasang wajah paling cool sedunia.... :')
Papa sesekali menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu..
Sadarkah kamu, kalau hati Papa merasa cemburu?

Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Papa melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu, kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya.
Maka yang dilakukan Papa adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir...
Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut - larut...
Ketika melihat putri kecilnya pulang larut malam hati Papa akan mengeras dan Papa memarahimu.. .
Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang di sangat ditakuti Papa akan segera datang?
"Bahwa putri kecilnya akan segera pergi meninggalkan Papa"

Setelah lulus SMA, Papa akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Dokter atau Insinyur.
Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Papa itu semata - mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti....
Tapi toh Papa tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Papa :)

Ketika kamu menjadi gadis dewasa....

Dan kamu harus pergi kuliah dikota lain...
Papa harus melepasmu di bandara.
Tahukah kamu bahwa badan Papa terasa kaku untuk memelukmu?
Papa hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini - itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati. .
Padahal Papa ingin sekali menangis seperti Mama dan memelukmu erat-erat.
Yang Papa lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata "Jaga dirimu baik-baik ya sayang".
Papa melakukan itu semua agar kamu KUAT...kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.

Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah Papa.
Papa pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.

Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru, dan Papa tahu ia tidak bisa memberikan yang kamu inginkan...
Kata-kata yang keluar dari mulut Papa adalah : "Tidak.... Tidak bisa!"
Padahal dalam batin Papa, Ia sangat ingin mengatakan "Iya sayang, nanti Papa belikan untukmu".
Tahukah kamu bahwa pada saat itu Papa merasa gagal membuat anaknya tersenyum?

Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana..
Papa adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu.
Papa akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat "putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang"

Sampai saat seorang teman Lelakimu datang ke rumah dan meminta izin pada Papa untuk mengambilmu darinya.
Papa akan sangat berhati-hati memberikan izin..
Karena Papa tahu.....
Bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti.

Dan akhirnya....
Saat Papa melihatmu duduk di Panggung Pelaminan bersama seseorang Lelaki yang di anggapnya pantas menggantikannya, Papa pun tersenyum bahagia....
Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Papa pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis?
Papa menangis karena papa sangat berbahagia, kemudian Papa berdoa....
Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Papa berkata: "Ya Allah tugasku telah selesai dengan baik....
Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita yang cantik....
Bahagiakanlah ia bersama suaminya..."

Setelah itu Papa hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk...
Dengan rambut yang telah dan semakin memutih....
Dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya....
Papa telah menyelesaikan tugasnya....

Papa, Ayah, Bapak, atau Abah kita...
Adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat...
Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis...
Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu. .
Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa "KAMU BISA" dalam segala hal.

(dari milis ke milis. thanks for the writer)