Bismillah…
Anda tahu raket listrik untuk mematikan nyamuk?
Lepas musim kemarau menuju penghujan, biasanya nyamuk-nyamuk bermunculan di rumah. Dulu saya mengusir nyamuk-nyamuk itu dengan sempyok, sebutan untuk sapu lidi yang agak ceper, yang biasa digunakan untuk membersihkan kasur. Belakangan ternyata lebih mantap dengan menggunakan raket listrik. Karena sekali kibas, biasanya nyamuk itu akan menyangkut di raket karena tersetrum.
Malam itu saya memperhatikan si nyamuk tersetrum sedemikian rupa.
Seluruh tubuhnya, dari kaki, sayap hingga badan, lumat dialiri listrik sampai benar-benar gosong. Lalu dengan serta-merta pikiran saya melanglang buana, berempati terhadap si nyamuk yang
Bagaimana rasanya jika saya ada di posisi nyamuk tersebut?
Terjerat tak bisa lepas dari jaring raket yang besar, lalu tersetrum berulang kali sampai tubuh ini hangus menjadi rangka. Sempat suatu kali saya tersetrum raket itu sekilas, dan rasanya lumayan sakit.
Dan Anda tahu?
Saya sedang memikirkan daya listrik macam apa yang mungkin disediakan neraka di hari akhir nanti. Saya sedang memikirkan, mungkin seperti itu pula kondisi saya saat disiksa: tak bisa melarikan diri, meronta tapi percuma, dan sisanya hanya tinggal tulang-belulang atau mungkin debu beterbangan.
Di film Volcano, visualisasi saya tentang neraka jauh lebih tergambar. Camouran api dan batu yang dimuntahkan gunung berapi, niscaya mampu membuat rangkaian tubuh kita lumer dalam sekian puluh menit. Itu api dunia. Lalu bagaimana dengan api neraka?
Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi Saw bersabda,
"Sesungguhnya siksa dalam neraka Jahim ialah dituangkan air yang mendidih di atas kepala orang-orang yang durhaka itu, kemudian terus masuk ke dalam sehingga menembus ke dalam perut mereka, kemudian keluar segala isi yang ada dalam perut itu sehingga tampak meleleh dari kedua tapak kakinya. Ini semua cairan yang berasal dari isi perut. Selanjutnya dikembalikan lagi sebagaimana semula".
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa hadits ini adalah hasan sahih.
Seringkali, dalam keseharian yang nampak sepele, saya membayangkan bagaimana nasib saya di akhirat kelak. Tidak usah jauh-jauh. Saat menuangkan air mendidih dari ketel ke termos, biasanya imajinasi saya langsung berlari kepada bayangan tentang neraka ketika melihat dan merasakan uap dari air di ketel yang sangat panas. Uapnya saja panas, sobat. Apalagi airnya! Dan itu baru dunia, bukan neraka!
Ketika bersinggungan dengan hal sepele macam itu, entah raket nyamuk, ataupun air mendidih, misalnya- hati saya selalu tergetar. Lalu pesimisme menyeruak tiba-tiba dan rasa takut mencuat tanpa diminta. Mengingat dosa saya yang banyaknya masya Allah, saya pesimis bisa langsung ke surga tanpa masuk neraka terlebih dahulu.
Betapa menjijikkannya saya ini…
Betapa tak terhitungnya kesalahan yang sudah saya perbuat... :’(
Saya tak merasa pantas membandingkan dengan titik-titik ekstrim lain, semisal masih ada pembunuh yang mungkin lebih berat daripada saya yang alhamdulillah belum pernah membunuh orang. Ini bukan soal perbandingan siapa yang lebih banyak dosanya. Tetapi saya sedang bicara tentang hukuman apa yang akan saya terima atas kesalahan-kesalahan yang saya anggap cukup besar bagi saya.
Bicara soal amal, benar bahwa kita mungkin juga melakukan kebaikan. Tapi yakinkah kita amal-amal itu dilakukan dengan benar dan ikhlash? Seberapa besar ia akan diterima? Seberapa banyak ia akan menjadi pemberat timbangan ?
Maka saya –selain memohon ampunan dan masih jua berharap pada kemurahan-Nya- berharap pada jalan lain yang bisa meloloskan saya dari siksa akhirat itu.
Jawabannya hanya satu : syahid.
Ya, meninggal dalam keadaan syahid; ridha lagi diridhai.
Hati saya merinding acap teringat kata yang satu itu.
Betapa agungnya. Betapa bahagianya. Betapa mulianya.
Siapa yang tidak ingin menemui Robb-nya dengan jalan yang mulus, dengan lapang dan gembira ria, diliputi sukacita dan haru-biru menyongsong surga?
Tapi... saya… pantaskah?
Untuk menjadi syahid, ada beberapa kemungkinan.
“Muslim yang mati terbunuh adalah syahid, dan mati karena penyakit kolera adalah syahid, begitu pula perempuan yang mati karena bersalin adalah syahid (anaknya yang akan menariknya dengan tali pusarnya kesurga)" (HR. Ahmad, Darimi, dan ath-Thayalusi).
Dari Jabir bin Atik dari Rasulullah shalallahu alaihi wassalam beliau bersabda:
“Syuhada itu ada tujuh selain orang yang gugur berperang fi sabilillah ( di jalan
Allah) yaitu: [1] Orang yang mati ditusuk adalah syahid, [2] mati tenggelam
adalah syahid, [3] mati berkumpul dengan istri adalah syahid, [4] mati
sakit perut adalah syahid, [5] mati terbakar adalah syahid, [6] mati tertimpa
reruntuhan adalah syahid dan [7] wanita yang mati melahirkan anak adalah
syahid”.
[Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, dan Hakim dalam kitab Mustadraknya dengan
komentar hadits ini sanadnya shahih. Pendapat ini di setujui oleh Adh-Dhahabi]
Tak terbayang di benak saya seperti apa ketika berhadapan dengan musuh Allah, langsung wajah dengan wajah! Indonesia rupanya cukup memberikan zona nyaman yang membuat saya bahkan tak mampu merasakan hawa medan perang yang membuat mata dan hati terjaga senantiasa, insecurity yang mengharuskan kita tegang setiap saat, dan semacamnya. Walau Palestina cukup konkrit menggambarkan situasi perang, tetapi saya masih belum bisa membayangkan berada dalam suasana itu.
Begitu juga dengan wabah penyakit, kolera, dsb. Saya pikir itu musibah, sesuatu yang menimpa. Terlalu naïf rasanya jika meminta musibah. Apalagi disongsong, disambut dengan
riang-gembira. Kesempatan ini bagi saya juga lumayan kecil peluangnya.
Satu hal yang merupakan peluang besar yang bisa saya ambil adalah… meninggal saat bersalin dan melahirkan anak.
Sungguh, saya tidak tahu lagi dengan cara apa bisa terhindar dari amuk dan dahsyatnya siksa neraka atas dosa-dosa saya, jika tidak dengan mati syahid.
Bolehkah saya berharap?
Oh, rindu itu demikian menggelegak di dalam sini!
Untuk Robb-ku, apapun akan kulakukan!
Jadi bolehkah saya bersiap?
Jika benar terjadi, niscaya akan saya dorong suami saya kelak untuk mencari ibu pengganti bagi anak-anak kami.
Didiklah anak itu dengan cinta, Suamiku. Jadikan ia himpunan keshalihan yang akan menghantarkan doa agar aku dan dirimu meninggi derajatnya di hadapan Pencipta kita. Jadikan mereka benih yang akan menyuburkan bumi Allah ini, dan tumbuh-kembangkan mereka sebagai pembela-pembela agama-Nya…
Ya.
Saya tidak tahu lagi dengan jalan apa.
Tapi sungguh…
Saya juga ingin menyongsong kemuliaan sebagai penutup kehidupan saya di dunia yang fana ini… dan mungkin, meninggal saat memperjuangkan kelahiran buah hati adalah momentum serta kesempatan yang bisa saya raih!
Ya Allah, Engkau tahu luapan rindu di dalam sini…
Engkau tahu bagaimana harap dan cemas atas dosa dan amal selama ini…
Maka perkenankanlah… matikanlah kami dalam syahid… dalam keadaan ridha pada-Mu… dan Engkau pun meridhai kami. Aamiin…
Thursday, 09.10.08, 12:16pm
pics from:
en.wikibooks.org/wiki/
blog.licasdigital.com/
www.dreamstime.com/
3 komentar:
bismillaah...
ya Allaahu bihusnil khotimah... [-o<
tp jgn berharap mati ya, krn berani mati itu hal yg biasa, tp berani hidup untuk kehidupan setelah mati itu baru luar biasa :D
OOT: btw, punten, mau ngasih tau sesuatu, tp via apa yah??
tetap semangat...
ga berharap mati, ndik..berharap syahid. insya allah. aamiin.
via sms jg boleh. tny aja sm ocha nomor hp saya. atau kirim imel ke psychofath@yahoo.com
Nyamuk adalah pejuang sejati.
Setiap hari, untuk sesuap darah, dia mempertaruhkan nyawanya .
Dia gunakan semua kemampuan sensor panas, manuver terbang dan prinsip " Tidak ada kegagalan dalam hidupku "
Suatu hari si nyamuk datang ke rumah mbak fatih dan
Plak.... gosong deh :)
Perjuangan gigih sang nyamuk yang perlu kita tiru..... :)
Post a Comment