Nov 21, 2005

Ujian Skripsi 2

bismillah.

alhamdulillah, aku sudah bertemu dengan PS (Pembimbing Skripsi -red). Pak Gagan Hartana, namanya. seorang expert di bidang statistik dan metodologinya, dan insya Allah cukup memahami Islam. sebenarnya tema skripsiku lebih ke "klinis" sementara pak gagan sendiri adalah psikolog pendidikan. tapi karena aku tau tema ini metodologinya harus bagus dan cukup ribet dalam perhitungan kuantitatifnya, maka aku memilih beliau.

pertama kali aku menemui beliau, aku bicara tentag konsep ketenangan yang dijanjikan Al Qur'an untuk orang yang mengingat Allah, dalam hal ini sholat. seketika beliau menyambut dengan pertanyaan,
"tapi kita harus cermat, karena bisa jadi kepribadian orang itu yang memang mempengaruhi ketenangan, bukan sholatnya."
aku mengangguk. i see, Pak.
lalu beliau bertanya lagi.
"Untuk apa kamu meneliti ini? apakah kamu tidak yakin akan janji Allah?"
"Tentu saja saya sangat yakin." jawabku mantap.
"Lalu untuk apa kamu menelitinya?"
"untuk membuktikan secara empiris."
"yaya. saya tau itu. tapi untuk apa?" ujar beliau dengan penekanan.
melihat mukaku yang kebingungan, beliau melanjutkan bicara.
"ada hal-hal yang tak terjangkau oleh alam pikir kita. ilmu kita sangat terbatas. oleh sebab itu Allah bilang misalnya, masalah ruh bukan urusan kamu. sebab memang akal kita gak akan sampai kesana."
aku mengangguk tanda mengerti.
"lalu kenapa kita harus mempertanyakan sesuatu yang memang sudah Allah tetapkan atau janjikan? sesuatu yang pastinya diluar jangkauan akal kita?"
oh, no. bukan begitu maksudnya, Sir...
"ya, pak. saya ngerti dengan itu. sebenarnya saya juga sedang mencari konstruk psikologi yang tepat berkaitan dengan ketenangan dalam bahasa Al Qur'an. jadi...mungkin kedatangan saya sekaligus ingin brainstorming lagi dengan Bapak."
kerongkonganku tercekat. mulai terbayang lagi kegagalan untuk sebuah usaha mewujudkan idealisme yang sungguh, sama sekali tidak mudah.

"saya bukannya ingin menghambat kamu. sama sekali tidak. tapi..."
beliau tercenung lama. sementara aku semakin cemas.
"yaa...saya sudah konsultasikan ini dengan Pak Hanna. saya sendiri tadinya pesimis dengan tema ini, karena Mbak Ratna sendiri yang sudah meneliti tentang efek dzikir terhadap psikis seseorang saja berkata bahwa penelitian ini sangat sulit, terutama dari kontrolnya. tapi Pak Hanna bilang, kalau kamu mau, lakukan dan jalan terus. masalah kontrol, kata beliau saya bisa ambil subyek dengan level kecemasan yang setara. jadi saya harus tes dulu kecemasan mereka. kata Pak Hanna, insya allah itu cukup untuk penelitian setingkat S1.."
"oh, tidak begitu sebaiknya. lebih baik kamu masukkan saja variabel kecemasan itu. jadi disebut sebagai variabel kontrol. bla..bla..bla.."
sepanjang beliau bicara, aku manggut-manggut meski terkadang gak faham.

Akhirnya aku ajukan juga judul itu. aku ceritakan bahwa aku tidak menemukan konstruk ketenangan dalam bahasa psikologi, tetapi aku akan meneliti kematangan emosi. tadinya aku mau pakai kesejahteraan psikologis, tetapi setelah kubaca teorinya, ternyata term itu kurang tepat dihubungkan dengan aktivitas sholat.

Dalam konstruk kematangan emosi, ada dimensi2 semacam kemampuan mengatasi stress, kemampuan mengendalikan kemarahan, hubungan dengan tokoh otoritas, integrasi, kontrol diri, kemampuan membuat penilaian yang baik untuk mengambil keputusan, sikap terbuka terhadap belajar, kematangan intelektual, tanggung jawab, egosentrisme-sosiosentrisme, komunikasi, memiliki perasaan aman secara emosional dan memiliki keseimbangan hubungan social. Ini definisinya si Mr. Dean. Ini pun aku harus melakukan elisitasi, mana dimensi yang benar2 berhubungan, mana yang tidak. konkretnya, aku harus menyebar kuesioner 2 kali. Itu juga tidak boleh dengan subyek yang sama. Tapi sekarang aku lagi bingung nyari dalil kalo sholat itu bisa mengendalikan marah. Ada yg tau?! Plus pesantren yang berisi dewasa muda, kira2 umur 22-40 tahun. asumsinya, pesantren biasanya membudayakan sholat tahajud kepada santri-santrinya. Jadi akan lebih mudah kalau ada 30-40 subyek yang bisa kuambil sekaligus.

So, judulnya pun berubah menjadi “Perbedaan Kematangan Emosi pada Orang yang Melakukan Sholat Wajib dan Orang yang Melakukan Sholat Wajib dan Sholat Tahajud”.

Pak Gagan kemudian meminta aku berdiskusi dengan salah seorang mahasiswa bimbingannya yang sudah lulus. Orang itu, kata Pak Gagan, tesisnya bertema keagamaan, yakni tentang sabar. Mudah2an kamu mendapatkan sesuatu setelah diskusi, harap beliau.

Aku pun bergegas menghubungi orang yang dimaksud. Satu hal mengejutkan, sodara-sodara. Dia sangat berharap aku berhati2 mengusung tema yang nyerempet2 agama. Sebab katanya, kalau hipotesisku gagal dan tidak terbukti, maka bisa jadi orang-orang sekuler yang akan mengujiku beranggapan, “Tuh kan, sholat gak terbukti apa-apa. Makanya ngapain sholat?”. Sebab kan aku memang ingin menyimpulkan bahwa orang yang tahajud (mudah2an) lebih matang emosinya.

Jadi agak2 ketar-ketir. Gimana ya?!? Ini bukan sekedar idealisme, ternyata. Tapi nama Islam bahkan dipertaruhkan!

Duh! Tambah mumet!

Tapi ini baru di awal. Belum apa-apa. Selama aku yakin aku bisa dan terus keras berusaha, mudah-mudahan Allah memberikan kelapangan. Sekarang aku baru ngerti kenapa orang2 agak2 bete kalo ditanya tentang skripsinya, “udah sampe bab berapa?”. Makanya gak boleh patah semangat, apalagi mundur sebelum berperang!
Never give up sampai Allah memang menentukan kehendak yang sebaliknya!

Notes : gak bosen2 minta doa temen2 semuanya…yuks, sama2 saling menyemangati! :)

3 komentar:

Anonymous said...

subhanallah... berjuang dlm idealisme memang sulit, tapi hanya orang2 istimewa lah yang dapat bertahan :) maju terus!

-dildil-

Anonymous said...

susah, dilll....uhuk uhuk...
doain aja yak.
-owner-

Anonymous said...

"tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah", rasulullah menegaskan itu. setiap menjelang tidur kurenungkan apakah hari ini tanganku pernah berada di atas ?, karena tak ada pilihan lain kalu tak di atas maka tanganku di bawah selama berinterakni dengan siapapun. seringkali tanganku di bawah karena 'lupa berterimakasih kepada petugas cleaning service' yang telah membersihkan lantai ruang kerjaku karena aku menganggapnya sebagai 'sudah merupakan tugas dan kewajiban", ya allah ampuni aku. aku berusaha agar tanganku di atas dengan bertafakur mendoakan petugas cleaning service dan orang-orang yang telah membuat kehidupanku menjadi lebih sejahtera, subhanallah ...
semoga indra fathiana memperoleh hal yang diinginkannya, wassalam terimakasih