Aug 20, 2008

Miss You, Dad...


Bismillah…

Desember 2007, hingga Agustus 2008.
Perjalanan waktu di bulan demi bulan ternyata belum mampu mengusir hangat airmata yang selalu mengucur begitu ingatan ini melayang pada sosoknya. Senyumnya, tawa renyahnya, nasihatnya, juga kasih serta amarahnya. Keriput kulit yang membalut tubuh ringkihnya, juga usapan lembut di saat-saat manja ini meminta belaian sayang, tak kan sekalipun dapat terulang. Begitu kuat kenangan ini menorehkan jejak memorinya di dalam kalbu, membuatnya perih setiap kali kognisi merajut-rajut.

Masih terngiang lamat-lamat lafaz lirihnya mengucap ayat dan tasbih dalam shalat dan dzikir-dzikirnya. Masih terdengar jelas bagaimana ia memaparkan ide meski tak seluruhnya dapat terpahami dengan baik. Masih pula tergambar bagaimana ia terbahak, terpingkal dan tertawa bahagia, meski tubuhnya tak lagi dapat berfungsi sempurna.

Sedang apakah ia, wahai Tuhan?
Masih terang-kah kuburnya sebagaimana aku kerap meminta?
Masih nyaman-kah ia berteman sepi dan gelimang tanah yang kini menjadi persinggahannya?
Masih dapatkah ia merasakan apa yang kami rasakan di dunia?

Sesak dada ini terus meraung menahan rindu-dendam yang tak pernah terpuaskan.
Gumpalan airmata tak henti-henti mengalir saat perasaan tak lagi dapat disembunyikan.
Rinduku, ya Tuhan… akankah Kau tebus dengan sebuah perjumpaan?
Di hari ketika hubungan darah tak lagi menjadi jaminan, pada masa dimana setiap jiwa melontarkan pertanggungjawaban, sudikah kiranya Engkau pertemukan kami yang telah tercerai?
Masihkah surga, serta taman-taman hijau yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, menanti tuk menjadi tempat bersua yang akan melebur segala kehilangan?

Sekian banyak doa sudah terlantun meski tak pasti kutahu ia sampai…
Bagaimana aku bisa membuat jaminan, sementara kadar sholihku tak pernah terukur dalam logika matematika dan hitung-hitungan biasa?
Bagaimana aku bisa yakin, bahwa sekian banyak kebaikan pasti mendapat balasan, sementara keburukanku juga tak kalah membumbung berlomba mengalahkan?

Maka jadikan aku sholihah, wahai Ar Rahman…
Agar tenang jiwa lusuhku di saat menghadap-Mu, dan lebih dari itu, ada yang berhak menikmati doa-doa sebagai jariyah yang tak kan pernah habis kapanpun jua.
Jika tak ada lagi yang dapat kulakukan untuk membalas segala jerih-payahnya semasa hidup, seluruh peluh keringatnya, pengorbanannya, tangis, juga kerja keras serta keteladanan yang ia wariskan, dengan cara bagaimana aku menebus itu semua agar menjadi ganjarannya yang setimpal?

Doaku, yaa Ghaffar… kumohon dengarkan…
Untuk terang kubur yang kini menjadi kediaman…
Untuk ampunan atas dosa dan kesalahan yang pernah ia lakukan…
Untuk penerimaan atas kebaikan yang pernah ia kerjakan…
Untuk rahmat dan kasih sayang-Mu agar menyelamatkan…
Juga untuk keridhoan-Mu agar berkumpul lagi kami di hari kemudian…
Aamiiin.


Ku hulur doa buatmu
Abadilah di sana
Sejarahmu yang gemilang
Bersamaku



~Papa, cinta ini selalu untukmu :’(
Monday, 030808; 10:19 pm.



gbr dari http://prissyperfection.wordpress.com/
maaf gak ijin..

2 komentar:

Anonymous said...

* Theme Song : Dance with my father by Luther Vandross*

Indra Fathiana said...

#rasyeed : lagunya kayak mana tu om?