May 11, 2012
May 8, 2012
Rindu
Tahukah engkau, apa yang aku rindu melebihi rindu dalam setiap definisinya yang kita cerna melalui jutaan aksara?
Ia.
Membentang pertemuan dengan-Nya, membuka tabir dan kemudian menatap Wajah-Nya tanpa pemisah.
Dan
setidaknya di dunia ini, kita singgah di rumah-Nya yang agung.
Bersama-sama duduk menyembah. Melafazkan asma-asma-Nya yang menyemesta
bersama selautan hamba.
Sampai suatu hari, engkau katakan inginmu untuk datang ke sana. Tahun ini. Di Ramadhan istimewa. Kita berdua.
Oh tidak, bertiga bersama buah cinta kita agar ia resapi pengalaman bertamu pada-Nya meski paham belum bisa ia telaah.
Lalu entah mengapa 2 pekan terakhir keharuan itu hadir. Terselip usai shalat berakhir.
Ada cekat-cekat yang menyesak tiba-tiba. Ada rindu yang hanya bisa tunai dalam jumpa.
Apakah kita telah terpanggil?
Bahkan
kita pun tak tahu bagaimana ia akan menjadi nyata. Dunia jauh dari
genggaman, bahkan bisa jadi sekarang layak dirasa beban. Seperti
panggulan besar yang memayahkan meski ditanggung bersama; kerap menguras
fikiran dan membuat asmamu kambuh seketika.
Keinginan ini benar-benar tidak logis. Tampak mustahil dan seolah khayalan.
Tapi Ia telah ajarkan kita untuk beriman. Untuk percaya. Untuk berserah.
“Jika tekadmu telah bulat, maka bertawakkallah kepada Allah.”
Maka,
seperti yang sering kauucap, “seorang juara akan selalu berpikir
tentang ‘bagaimana caranya’.. bukan berhenti menyerah atas keadaan atau
kesulitan.”, engkaupun merajut ikhtiar sambil berharap-harap.
Dan
ba’da isya berjama’ah tadi, setelah kuungkapkan cita yang sama, jiwa
kita saling menerawang rencana. Bila Ia berkehendak, dunia kita yang
getir itu akan tertaklukkan, untuk kemudian kita dapat berjalan
beriringan menuju Rumah yang dirindukan.
Jangan salahkan
jika mata ini mengabur. Jiwa letih ini ingin menyungkur syukur di
tengah hiruk-pikuk persinggahan yang amat singkat tetapi mampu mencipta
kufur. Biarlah serambi-Nya dulu yang kali ini kita sentuh. Karena
Firdaus masih teramat jauh, walau kita tak pernah tahu siapa yang lebih
dulu melabuh sauh.
Jadi... apakah kita telah benar terpanggil?
Kali ini aku tetap ingin merasa yakin.
Karena bagi-Nya segalanya mungkin.
***
Senin 070512. 23:27 wib. Di tengah kesibukanmu menyongsong Jayakarta.
Diposkan oleh Indra Fathiana di 5/08/2012 0 komentar
MPASI Pertama Farah
Diposkan oleh Indra Fathiana di 5/08/2012 0 komentar
Apr 26, 2012
Menjemput Esok
Diposkan oleh Indra Fathiana di 4/26/2012 0 komentar
Rumit
Diposkan oleh Indra Fathiana di 4/26/2012 0 komentar
Harapan vs Realita
Diposkan oleh Indra Fathiana di 4/26/2012 0 komentar
Mar 19, 2012
Bergerak Meninggi
Ada kesejatian yang menggantikan luapan gairah cinta, dan rasanya itu lebih kekal. Bukan lagi sekedar 'passionate love', dimana kedekatan fisik mengalirkan endorfin yang meluap-didih dalam letup-letupnya, tapi cinta beranjak ke tempat yang lebih tinggi, dengan cita rasa memalung, juga mengakar.
Maka ketika sumbunya menerang nyala, romantisme mungkin menjelma bumbu pelengkap kemudian. Sudah kautemukan perasaan cinta yang bergetar lain dalam senyap kekaguman, dalam rembes kesyukuran, dalam kukuh keterikatan. Ia muncul di saat-saat genting juga lapang, ketika hal sepele maupun mahaberat menghinggap sesuka-suka mereka. Di kepalanya berkelindan rencana untuk terus bertahan. Di tangannya berurat pekerjaan untuk diselesaikan. Dan di hatinya ada tekad bergurat-gurat untuk mewujudkan jutaan impian.
Dan kita mungkin tidak melulu sempat berbincang sembari mendekatkan raga, mengistirahatkan jiwa. Waktu beranjak cepat, dinamis penuh tantangan dikejar zaman. Tapi disitulah cintamu dipasung bangunan agung bernama iman dan kepercayaan. Meski terkadang terbawa duga yang dirajut manis para durjana, engkau akan paham ketika ia pulang dalam kerut lelah yang membadainya seharian. Pun begitu, masih cukup tenaganya untuk terbangun malam-malam; sekedar menghangatkan susu atau turut menenangkan tangisan.
Benar. Cinta bergerak dari romantika menuju komitmen yang kuat. Dan kuatnya komitmen teruji dari pengorbanan keseharian, dalam perbuatan yang hanya perlu dilakukan.
Disitulah kita semakin memaknai kesejatian cinta dalam bakti dan amal, bukan lagi fase mengurai kata semata. Karena jika engkau mengaku cinta, maka pekerjaanmu selanjutnya adalah memberi sebanyak-banyaknya.
Rabu, 02.11.2011 - 13:08 wib.
~untukmu, yang slalu sigap menafkahi kami, menggendong, menggantikan popok dan memandikan putri kita : terima kasih telah menjadi suami & ayah yang kami banggakan...
Selamatkan ia, yaa Alloh.. Aku telah menyaksikan.
Diposkan oleh Indra Fathiana di 3/19/2012 0 komentar
Label: Hearts
Ghadhul Bashar, Oh.. Ghadhul Bashar...
Bismillah..
Hari ini saya bertatap muka dengan seorang ustadz yang berkantor di DPR-MPR. Biasa disapa ‘ustadz’ karena memang beliau sering mengisi ceramah atau qiyamullail berjamaah di banyak tempat. Wawancara ini eksklusif untuk membantu kepentingan tesis teman saya yang tak bisa pulang kampung karena kuliah di negeri sakura.
Sepanjang wawancara itu hati saya tak enak.
Yang pertama, saya dadakan ‘nodong’ beliau; ketuk pintu ruangannya, menyerahkan abstrak tesis untuk beliau baca sembari menyelesaikan makan siangnya, dan tak lama langsung memberondong dengan sekian banyak pertanyaan.
Saya berulang-ulang membuat janji dengan anggota legislatif yang lain dan sulitnya minta ampun karena padatnya jadwal sidang, rapat, dan sebagainya. Tapi beliau, ujug-ujug saya datangi dan bersedia saya wawancara saat itu juga. Oh, thanks Allah, he’s so kind.
Ketidakenakhatian kedua adalah, sepanjang wawancara mata beliau hanya mengarah ke kertas yang beliau pegang. Maksud saya, saya-nya yang jadi tak enak karena malah lekat-lekat memperhatikan beliau.
Saya nyaris lupa dengan kebiasaan itu.
Ghadhul bashar, atau menundukkan pandangan, (memang seharusnya) dilakukan ketika kita bertatapan dengan sesuatu yang berpotensi menyebabkan karat hati.
Jadi.. saya ini bikin hati berkarat??
Yaa.. mana saya tahu. Tapi pandang-memandang antarlawan jenis baisanya memang rentan menimbulkan penyakit hati. Dan saya yakin sang ustadz berusaha menjaga pandangannya terhadap perempuan nonmahram yang mewawancarainya ini.
Lalu apakah saya juga ber-ghadhul bashar?
Tentu tidak! *koq jadi bangga.. -_-‘
Seperti yang saya katakan tadi, mata saya memandangi beliau. Memperhatikan gesture dan jawaban-jawabannya sambil sesekali menimpali, menyetujui, atau sekedar menggumam kecil. Mungkin karena terbiasa berhadapan dengan anak-anak dan orangtuanya dimana eye contact sering saya lakukan, saya jadi lebih biasa menatap mata mereka lekat-lekat. Kalau saya menatap ke arah lain, bisa-bisa dianggap tak sopan. Walau sebenarnya ghadhul bashar justru lebih besar maknanya untuk memuliakan dan menghormati lawan jenis kita, karena kita menjaga penglihatan terhadap dirinya. (waktu di kampus dulu, seringkali ghadul bashar jadi bahan ledekan.. "woi..ngomong ama orang apa sama tembok!" gara-gara ngomong sambil ngeliatin tembok, bukan menghadap lawan bicara. atau bisa juga.."nyari duit ya? matanya ngliat ke bawah mulu..." Ckckk.. >.<
Jadi begitu saya mewawancara, ustadz ini hanya tampak memasang telinganya baik-baik, lalu menjawab dengan seperlunya, padat tak bertele, dan selama itu pula matanya tak lepas dari melihat kertas, tembok, langit-langit, meja, sofa...
Hellooo, ustadz... i am heeere! *minta digaplok :D
Tapi yaa..saya tidak badung-badung amat sih.. 30 menit bertemu dengannya tentu cukup membuat saya berkaca.
Saya tidak tahu kadar shalih beliau. Dan saya sama sekali tak punya hak menilai-nilai. Tapi berjumpa dengannya, berhadapan dengan sosoknya, sudah mampu mengingatkan saya pada Allah. Ya untuk menjaga pandangan tadi. Persis seperti sebuah kalimat hikmah yang acap saya dengar, “Teman yang shalih adalah yang apabila kamu melihatnya, kamu menjadi ingat Allah.”
Baiklah...
Besok-besok kalau ketemu ustadz-ustadz, saya bakalan ghadhul bashar juga deh.. *lho*
Eh maksudnya kalau lagi ngobrol sama lawan jenis atau ngeliat yang berpotensi ngotorin hati :D
Ohya, hampir lupa. Nama ustadznya, Drs. Almuzammil Yusuf, dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera.
Kamis, 160111, 20:05wib
Diposkan oleh Indra Fathiana di 3/19/2012 0 komentar
Feb 26, 2012
Sosok Seorang Ayah bagi Anak Perempuannya
Biasanya, bagi seorang anak perempuan yang sudah dewasa, yang sedang bekerja diperantauan, yang ikut suaminya merantau di luar kota atau luar negeri, yang sedang bersekolah atau kuliah jauh dari kedua orang tuanya.....
Akan sering merasa kangen sekali dengan Mamanya.
Lalu bagaimana dengan Papa?
Mungkin karena Mama lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari,
tapi tahukah kamu, jika ternyata Papa-lah yang mengingatkan Mama untuk menelponmu?
Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Mama-lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng,
tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Papa bekerja dan dengan wajah lelah Papa selalu menanyakan pada Mama tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian?
Pada saat dirimu masih seorang anak perempuan kecil......
Papa biasanya mengajari putri kecilnya naik sepeda.
Dan setelah Papa mengganggapmu bisa, Papa akan melepaskan roda bantu di sepedamu...
Kemudian Mama bilang : "Jangan dulu Papa, jangan dilepas dulu roda bantunya" ,
Mama takut putri manisnya terjatuh lalu terluka....
Tapi sadarkah kamu?
Bahwa Papa dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI BISA.
Pada saat kamu menangis merengek meminta boneka atau mainan yang baru, Mama menatapmu iba.
Tetapi Papa akan mengatakan dengan tegas : "Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang"
Tahukah kamu, Papa melakukan itu karena Papa tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi?
Saat kamu sakit pilek, Papa yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata :
"Sudah di bilang! kamu jangan minum air dingin!".
Berbeda dengan Mama yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut.
Ketahuilah, saat itu Papa benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.
Ketika kamu sudah beranjak remaja....
Kamu mulai menuntut pada Papa untuk dapat izin keluar malam, dan Papa bersikap tegas dan mengatakan: "Tidak boleh!".
Tahukah kamu, bahwa Papa melakukan itu untuk menjagamu?
Karena bagi Papa, kamu adalah sesuatu yang sangat - sangat luar biasa berharga..
Setelah itu kamu marah pada Papa, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu...
Dan yang datang mengetok pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah Mama....
Tahukah kamu, bahwa saat itu Papa memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya,
Bahwa Papa sangat ingin mengikuti keinginanmu, Tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu?
Ketika saat seorang cowok mulai sering menelponmu, atau bahkan datang ke rumah untuk menemuimu, Papa akan memasang wajah paling cool sedunia.... :')
Papa sesekali menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu..
Sadarkah kamu, kalau hati Papa merasa cemburu?
Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Papa melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu, kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya.
Maka yang dilakukan Papa adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir...
Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut - larut...
Ketika melihat putri kecilnya pulang larut malam hati Papa akan mengeras dan Papa memarahimu.. .
Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang di sangat ditakuti Papa akan segera datang?
"Bahwa putri kecilnya akan segera pergi meninggalkan Papa"
Setelah lulus SMA, Papa akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Dokter atau Insinyur.
Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Papa itu semata - mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti....
Tapi toh Papa tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Papa :)
Ketika kamu menjadi gadis dewasa....
Dan kamu harus pergi kuliah dikota lain...
Papa harus melepasmu di bandara.
Tahukah kamu bahwa badan Papa terasa kaku untuk memelukmu?
Papa hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini - itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati. .
Padahal Papa ingin sekali menangis seperti Mama dan memelukmu erat-erat.
Yang Papa lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata "Jaga dirimu baik-baik ya sayang".
Papa melakukan itu semua agar kamu KUAT...kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.
Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah Papa.
Papa pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.
Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru, dan Papa tahu ia tidak bisa memberikan yang kamu inginkan...
Kata-kata yang keluar dari mulut Papa adalah : "Tidak.... Tidak bisa!"
Padahal dalam batin Papa, Ia sangat ingin mengatakan "Iya sayang, nanti Papa belikan untukmu".
Tahukah kamu bahwa pada saat itu Papa merasa gagal membuat anaknya tersenyum?
Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana..
Papa adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu.
Papa akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat "putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang"
Sampai saat seorang teman Lelakimu datang ke rumah dan meminta izin pada Papa untuk mengambilmu darinya.
Papa akan sangat berhati-hati memberikan izin..
Karena Papa tahu.....
Bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti.
Dan akhirnya....
Saat Papa melihatmu duduk di Panggung Pelaminan bersama seseorang Lelaki yang di anggapnya pantas menggantikannya, Papa pun tersenyum bahagia....
Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Papa pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis?
Papa menangis karena papa sangat berbahagia, kemudian Papa berdoa....
Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Papa berkata: "Ya Allah tugasku telah selesai dengan baik....
Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita yang cantik....
Bahagiakanlah ia bersama suaminya..."
Setelah itu Papa hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk...
Dengan rambut yang telah dan semakin memutih....
Dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya....
Papa telah menyelesaikan tugasnya....
Papa, Ayah, Bapak, atau Abah kita...
Adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat...
Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis...
Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu. .
Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa "KAMU BISA" dalam segala hal.
(dari milis ke milis. thanks for the writer)
Diposkan oleh Indra Fathiana di 2/26/2012 0 komentar