bismillah.
taujih bagus dari buku nih...
***
Ada banyak sarana yang bisa kita jadikan sebagai pilihan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas hubungan tersebut (hubungan yang kokoh –quwwa-tush-shilah- dengan Allah).
Di dalam al mustakhlash fi tazkiyatil anfus, Sa’id Hawa rahimahullah menyebutkan 13 sarana yang bisa kita jadikan sebagai wasilah untuk mendekatkan diri kita kepada Allah Swt., mulai dari sholat, zakat-infak-sedekah, puasa, haji, tilawatul quran, dzikrullah, tafakur alam, dst.
Meskipun begitu, kita masih sering merasakan kekeringan rohani. Ini karena kita sangat jarang mengalirinya dengan siraman-siraman rohani berupa sarana-sarana tersebut, atau dalam istilah tekniknya, kita jarang men-charge aki dan baterai ruhani yang kita miliki dengan sarana-sarana islamiyah tadi.
Alasan yang kita kemukakan selalu sama dan klasik, yaitu : sibuk dan repot. Hal ini terjadi karena kita susah mengatur waktu dan mendapatkan waktu senggang untuk menyiram dan mengisi rohani.
Terkadang, ketika sedang berkumpul dengan sesama kader (da’wah -peny), kita ingat bahwa ruhani kita sedang sangat kekeringan. Namun begitu keluar dari majelis ikhwah, kita kembali lagi menjadi manusia-manusia yang sibuk.
Namun, perlu diingat bahwa dengan adanya kesibukan tidak berarti kita dapat meninggalkan langkah-langkah untuk melakukan siraman dan charge ruhani kita. Mari kita renungkan bersama firman Allah swt berikut ini :
“sesunguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saj ayang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Muzzammil:20)
Ayat ini menjelaskan bahwa :
1. Allah Swt mengetahui bahwa kemampuan kita dalam ber-qiyyamullail berbeda-beda. Ada yang hampir mampu mencapai dua per tiga malam, ada yang mampu setengah malam, ada yang sepertiga malam.
2. Allah Swt.lah yang membuat ukuran-ukuran siang dan malam.
3. Allah Swt. Mengetahui bahwa kita ini lemah dan tidak akan memenuhi kewajiba itu (waktu itu qiyamullail setengah malam adalah kewajiban kaum Muslimin).
4. Allah Swt. Mengetahui bahwa ada di antara kita ada yang sakit, ada yang sibuk mencari ma’isyah, ada yang sibuk berperang fi sabilillah.
Meskipun mengetahui kesibukan kita, Dia tetap memerintahkan kirta untuk :
1. Membaca Al Quran (bahkan diulang dua kali)s esuai dengan kemudahan kita.
2. Menegakkan shalat.
3. Membayar zakat
4. Mmeberikan pinjaman yang baik kepada Allah Swt. (sedekah dan semacamnya).
5. Banyak beristighfar
Artinya, betapapun kesibukan melanda kita, kita tidak boleh melupakan tugas menyirami ruhani kita dan men-chargenya dengan berbagai sarana yang ada.
Ada banyak cara yang ditawarkan oleh Islam agar kita tetap bisa mendapatkan kesempatan melakukan siraman dan charge ruhani kita. Diantaranya adalah :
1. Kita harus men-split waktu-waktu yang kita miliki agar menjadi berbagai macam saat, sehingga di hadapan kita akan muncul sederet waktu yang bisa kita daya gunakan.
Pada suatu hari, seorang sahabat yang bernama Hanzhalah bertemu Abu Bakar ash-SShiddiq r.a. Begitu bertemu, Hanzhalah berkata, “Nafaqa Hanzhalah” (Hanzhalah menjadi munafik). Mendengar pernyataan seperti itu, Abu Bakar kaget, lalu berkata, “Mengapa?”. Hanzhalah berkata, “Kalau kita berada di majelis Nabi saw, seakan kita melihat dengan kepala kita sendiri suasana surga dan neraka, akan tetapi begitu bertemu anak-anak, kita lupa semua yang kita rasakan tadi”. Mendengar penjelasan itu, Abu Bakar menjawab, “Kalau begitu sama dengan saya”
Singkat cerita, keduanya mendatangi Nabi saw. Setelah keduanya menceritakan apa yang dirasakannya, Nabi saw. Menjawab :
“…Akan tetapi, wahai Hanzhalah, sa-‘ah wa sa-‘ah.” Maksudnya, “Bagilah (split) waktumu agar ada saat untuk ini dan ada saat untuk itu.” (HR. Muslim).
2. Kita harus pandai memanfaatkan serpihan-serpihan waktu yang kita miliki dan mendayagunakannya untuk penyiraman dan charge ruhani kita.
Pada suatu hari, Rasulullah saw memperingatkan bahaya memaksakan diri untuk memperbanyak ibadah. Beliau bersabda :
“sesungguhnya agama in imudah dan tidak ada yang memberat diri sendiri kecuali agam itu akan mengalahkannya. Karenanya, luruskan langkah dan kokohkan, berusahalah untuk selalu mendekati (target ideal), bergembiralah (jangan pesimis), dan meminta tolonglha dengan waktu pagi, waktu sore dan sedikit malam”. (HR. Bukhari)
3. Terakhir, kita harus pandai-pandai membuat diversifikasi acara (keragaman acara) agar tidak cepat bosan. Ingatlah bahwa Rasulullah telah bersabda:
“Jangan begitu, laksanakanlah pekerjaan sesuai dengan kemampuan kalian! Maka demi Allah, Allah swt tidak bosan sehingga kalian bosan, dan agama yang paling Allah swt. Sukai adalah agama yang pemeluknya kontinue dalam melaksanakannya.” (H.R.Muttafaqun ‘alaih).
Semoga Allah Swt. mmberikan taufik , bimbingan dan kekuatan kepada kita untuk istiqomah di atas jalan agama-Nya. Amin
Disalin dari buku “Membangun Ruh Baru, Taujih Pergerakan untuk Para Kader Dakwah”, karya Musyaffa Abdurrahim (Penerbit Harakatuna, 2005).
Mar 2, 2006
Allah Tahu Kita Sibuk
Diposkan oleh Indra Fathiana di 3/02/2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment