Apr 11, 2005

3 M

bismillah.

Semalam aku nonton acaranya Aa’ Gym di Anteve. Bincang2 ringan bersama sejumlah tokoh. Kebetulan kemarin lagi bahas tentang televisi dan dunia hiburan di tanah air. Tamu yang diundang, orang yang cukup kompeten di bidangnya, Mas Garin Nugroho dan Ujo. Dengan suasana santai dan mengalir, Aa’ memandu acara itu.

Sejumlah penonton yang hadir disana mengajukan sejumlah pertanyaan.
“Apa sih fungsi badan sensor? Kok lulus sensor tetep aja kayak gitu?”
“Memangnya hiburan yang islami itu seperti apa?”

Dan Mas Garin pun menjawab.
“tentang badan sensor, terus terang pekerjaan badan sensor gak bisa sampai mensensor semua acara televisi. Gak mungkin itu acara tv kita sensor satu-satu. Banyak, banyak sekali. Dan tidak bisa dipungkiri banyak produser yang nakal. Kemudian tentang hiburan islami, menurut saya, film-film yang menampilkan kebaikan pasti islami. Sayangnya di Indonesia yang lebih ditonjolkan hanya kemasannya, bukan content. Ya adegan2 sensual, kekerasan, seperti itu. sedangkan kalau di Barat itu, kekerasan sangat sedikit ditampilkan. Artinya dilihat jam tayangnya. Kalau sore, oh, ini porsinya anak-anak. Sampai jam 9 malam, keluarga. Kalau misalnya ada berita seorang anak menembak temannya, itu Cuma sekilas ditampilkan. Sebentar sekali. Selebihnya gambar anak-anak yang mendoakan bersama-sama, membantu menolong, dan sebagainya.
Kalau kita perhatikan di film-film barat, uang hasil korupsi, rampok, atau kejahatan pasti kalau gak terbakar, dibuang ke laut. Karena orang2 baik gak boleh sampai menggunakan uang haram. Tapi disini , uang korupsi dibagi-bagikan. Lalu coba kita lihat Baywatch saja. Mungkin film itu menampilkan wanita2 berbikini di pantai. Tapi tetap ada unsur kepahlawanannya. Intinya kan menolong orang di pantai, tugasnya penjaga pantai, profesionalisme, tetap ada unsur baiknya. Tapi di Indonesia, lebih banyak sensualitasnya”.

Aku manggut-manggut di depan tivi.

“Ya tapi jangan sampai begitulah di Indonesia, mas Garin....” sergah Aa’ Gym.
“makanya yang seperti itu gak usahlah diobral, diperlihatkan didepan umum. Ada yang bilang, saya punya kebebasan. Ya kalo mau bebas silakan saja di wc. Sendirian, bisa bebas. Tapi kalau sudah ke umum, dilihat orang banyak, tentu saja ada norma yang berlaku. Etikanya harus ada. Ada lagi yang bilang , privasi. Privasi itu kalau sendirian. Kalau sudah keluar ya bukan privasi lagi namanya. Bebas, di wc saja. Mau nungging, jungkalitan, bla.bla..bla..”

Qeqeqeq....aku ngakak.

Giliran Ujo bicara.
“terkadang banyak yang nakal juga. Adegannya diburamkan jadi gak keliatan pas disensor. Tapi begitu ditayangkan, diterangin. Saya pikir susah juga sih ya. Soalnya tv itu gak mau membeli produk yang tidak laku. ‘Ohya, saya mau yang ini, yang begini. Karena yang seperti ini ratingnya tinggi.’ Ya bagaimana? Tv itu kan kalau gak hidup dari iklan, dari sponsor. Kalau ratingnya tinggi, banyak sponsornya. Saya kalau lagi sama temen-temen saya suka ngobrol2, ditanya, ‘Eh kemarin nonton film ini gak, gini..gini...’ saya jawab, ‘Ngapain nonton film begituan? Kampungan. Saya gak pernah nonton film Indonesia.”

Hehe...sepakat, Bang!

Tiba-tiba aku ingat, beberapa tahun lalu, saat masih duduk di semester 3, aku ikut pelatihan jurnalistik di FHUI. Sempat aku ngobrol santai dengan salah seorang pematerinya. Namanya.... Lupa. Yang pasti beliau Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia. Katanya, “Susah kalau kita Cuma mengkritik saja. Kalian kan mahasiswa. Buatlah karya-karya yang lebih baik. Jangan bisanya mengkritik saja, tapi buat tandingannya!”

Selepas pelatihan itu, aku dapat banyak insight. Bener banget, kenapa kita gak coba buat tandingannya yang lebih baik? Kenapa hanya bisa mengkritik? Banyak koq, anak muda yang jago bikin film. Idenya gak kacangan lagi. Bukan yang ecek-ecek bak kacang goreng laris terjual tapi gak padat gizi. Ingat ‘Daun di Atas Bantal’? atau ‘Kiamat sudah Dekat’? Dan gak sedikit film-film mereka masuk festival ini-itu lalu menang.

“Seperti film-nya mas Garin yang... Rindu kami pada-Mu, ya Mas? Wah....saya belum pernah nonton film nangis terus sampai selesai. Ya Allah, begini ini wajah ummat... Pernah saya bilang sama petinggi negara ini, bapak-bapak harus lihat film ini, biar tau bagaimana kondisi rakyatnya. Ngomong-ngomong udah kemana aja tuh Mas?” Aa’ Gym semangat berkomentar.

Ganti Mas Garin menjawab dengan nada merendah, “kemarin diputar di Amerika, lalu besok akan ditonton di Rusia juga...”

Nah, kan!

Sayangnya, aku gak terlalu interest sama film-film-an. Minat aja kurang, apalagi disuruh buat. Tapi ada sih, sejumlah teman yang semangat dengan hal ini. Kalau disuruh membuat tandingan juga, paling2 aku ngisi kerjaan penulis naskah aja. Atau yang bikin cerita. Pokoknya seputar tulis-menulisnya deh. Ada yang mau ngajak?

Well... masing-masing kita, seperti kata Aa’ Gym, harus memulainya dari diri sendiri, mulai dari hal kecil, dan mulai sekarang juga. Abis kalau bukan kita, siapa lagi?

0 komentar: