Oct 30, 2006

Dimana Dunia?

Dunia!
Dimana dunia!
Rumah kami terkubur nyaris tak terlihat!
Desa kami bahkan tak ubahnya peradaban yang hilang sejak ratusan tahun silam!
Mati!
Mati semua!
Tapi dimana dunia saat kami kehilangan segalanya?


“Ibu…
Ada apa dengan rumah kita?
Apakah kita harus pindah?
Mengapa, Ibu?

Aku tak mau pindah.
Aku suka hidup di rumah kita. Aku masih ingin bermain-main di pekarangan rumah.
Aku masih ingin memberi makan ayam-ayam kita yang akan bertelur.
Mungkin lebaran nanti kita bisa makan telurnya, Bu…
Atau aku akan mempunyai banyak anak ayam yang lucu dan menggemaskan.
Aku tak mau pindah. Biar aku tinggal disini saja.
Kalau kita pindah, apakah kambing-kambing kita juga akan ikut serta?
Mengapa kita harus pergi dari rumah kita, Ibu?
Apa salah kita?“

“Sudah, Nak. Jangan banyak bicara.
Sebelum lumpur panas itu menenggelamkan kita, kita harus pergi segera.
Entah apa yang tengah terjadi saat ini. Mungkin Tuhan marah lagi pada kita.“

“Mengapa Tuhan marah pada kita, Ibu?
Apa salah kita?
Aku selalu sholat di mushola dan mengaji bersama Pak Ustadz.
Meskipun aku tak bisa sekolah, aku selalu membantu Ibu memberi makan ayam dan kambing kita. Aku tak pernah melawan pada Ibu ataupun Bapak.
Tapi mengapa Tuhan marah, Bu?
Apakah Tuhan tak suka pada kita yang miskin dan tak punya uang banyak?“

“Nak... Ibu juga tak mengerti apakah Tuhan selalu marah pada kita yang miskin dan tak berpunya. Mengapa selalu kita? Mengapa bukan bajingan-bajingan berdasi yang duduk ongkang-ongkang kaki di kantoran sana? Mereka makan trilyunan uang haram milik negara. Tapi tak sedetikpun mereka mendekam di penjara.
Mengapa selalu kita???
Sudahlah, Nak. Kemasi pakaianmu dan kita pindah sekarang juga.“

“Ibu... Huhuuu.... Aku tidak mau...
Kita akan pindah kemana? Lalu bagaimana dengan ayam dan kambing-kambing kita?
Apakah aku tidak akan makan telur ayam saat hari raya?
Mengapa, Ibu?”

“Berangkat sekarang, Nak! Lihat!!! Lumpur sudah masuk rumah kita!”

“Ibuuuu…aku takuuuutttttttt…”

“Cepat berangkat! Keluar rumah dan cari bantuan!”

“Blepp... Ibbbbuu... aku tak bisa bernapas……blepp……aku tenggelam, Ibu!
Aku tak bisa berenaaaaaannnggg................!!!“

Dunia!
Dimana kalian?
Katakan kalian dimanaaaaa!!!
Kami nyaris mati dan kalian tak berbuat apa-apa!
Kami terusir dari tanah kelahiran tapi tidak satupun membela!
Persetan dengan janji-janji tuan-tuan yang datang!
Kami tidak butuh mulut mereka! Kami tidak butuh ganti rugi yang tak sepadan!
Kembalikan saja tanah kami! Kembalikan desa kami yang tak lagi kelihatan!
Demi Tuhan! Pedulilah!
Ataukah kami harus sadar bahwa persaudaraan hanyalah retorika?
Ataukah kami harus camkan bahwa persatuan hanyalah sandiwara?
Ataukah kami harus buang jauh-jauh segala harap, karena meminta bantuan hanyalah sia-sia?

Bangunlah, dunia!
Saksikan kami yang menderita!
Atau biarkan kami bergerak dengan cara kami sendiri.
Biarkan kami lawan dengan segenap ketidakberdayaan kami.
Tapi jangan salahkan jika kekerasan mengalahkan otak jernih ini,
karena kami bosan dengan segala kata yang tak pernah terbukti!“


~UntukParaPengungsiDiSidoarjoSana...MaafYa,baruIniYangAkuBisa:(~

gambar diambil dari
sini

0 komentar: