Oct 30, 2006

Generasi Pengganti, Nasibmu Kini…

Bismillah.

Sebenarya bukan masaku lagi untuk nimbrung dalam hal-hal semacam ini.
Tapi sebagai orang yang pernah merasakan dan terlibat didalamnya, kurasa tidak mengapa jika aku menuangkan sedikit gundah.

Rasa-rasanya situasi semakin memburuk sekarang.
Character assasination menjadi hal yang biasa. Sangat biasa.
Gontok-gontokan depan-belakang bukan barang baru.
Perang dingin dan ghibah-mengghibah seolah teramat absah.
Chaos sih tidak. Tapi tentu ini kondisi yang sama sekali jauh dari sehat.
Lalu apa sebenarnya yang salah dengan ini semua?

5 tahun aku di kampus...
Mau gak mau jadi ikut memikirkan juga.
Katanya, generasi berikutnya adalah cerminan generasi sebelumnya.
Produk gagal kaderisasi kami yang begitu payahkah?
Entahlah.
Dua-tiga-empat dan berkali-kali data harus jatuh ke tangan orang yang tak berhak.
Lalu tersebar luas... bagai barang obralan.
Setelah itu jurus-jurus melumpuhkan lawan makin mendapat angin segar.
Tendang sana, gertak sini.
Telak, tanpa bisa ditolak.
“Apa itu t******* yang suka menggunakan cara-cara kotor dalam berpolitik di kampus?
Gunjing sana-sini, merasa diri paling bersih…”

Astaghfirullah.
Demikian bejatkah wajah yang sudah dibangun dengan susah-payah oleh para pendahulunya?

Sudah terlalu banyak evaluasi yang tak juga berbenah.
Selalu ada permasalahan yang sama dari tahun ke tahun berikutnya.
Tapi tak juga diselesaikan dengan sempurna.
Maka jangan heran kalau sejarah terus berulang.
Permasalahan lama selalu mencuat.
Militansi, kesigapan, ketaatan…
“Basi!“, ujar seorang kawan.
Belum lagi berkas-berkas yang tak terjaga.
Mengapa tak mengambil pelajaran dan acap jatuh ke lubang yang sama?

Senior di kampus pernah berkata...
“Jika generasi berikutnya lebih baik, berarti kepemimpinan hari ini berhasil. Dan di balik mereka ada pemimpin-pemimpin yang hebat,“
Pemimpin yang hebat?
Kurasa tidak juga. Satu generasi berhasil bisa jadi karena beberapa sebab.
Satu, karena mereka punya potensi dan mau belajar untuk berhasil.
Dua, karena mereka difasilitasi oleh sistem yang bagus dan pemimpin yang punya kompetensi serta berwibawa.
Tiga, karena Allah mempermudah dan menghujani berkah.

Entah yang sekarang.
Setiap orang kuyakin punya potensi untuk maju dan berkembang.
Masalahnya, adakah sistem sudah memfasilitasi potensi mereka?
Oke, perbaiki sistem.
Tapi kualitas dan karakter pribadi yang semakin menurun, katanya.
Lalu merambat menjadi karakter bersama, dan mengeropos bersama lamanya usia.
Kalau begitu, benahi dapurnya.
Masalah keberkahan da’wah?
Evaluasi sajalah masing-masing diri kita.

Lalu, niat yang lurus, cara yang ahsan, da’wah yang ramah, terlimpahi berkah dan menjadi rahmat semesta, lari kemana?

Bukankah jika setiap tahun selalu dihadapkan pada problematika yang sama, berarti solusi semakin terlihat terangnya?

Aku jadi ingat cerita orang-orang tua.
Di jaman mereka, konfrontasi berlangsung lebih seru, karena muka berhadapan muka.
Debat sana, debat sini, argumen sana, bantah sini.
Full of exploding energy.
Tapi sesudah itu, tangan tetap berangkulan.
Obrolan santai terus berlanjut di meja makan, persahabatan senantiasa terjaga tanpa sakit hati ataupun dendam.
Gue tau elo siapa. Lo juga tau gue siapa. Kalo kita beda, terus kenapa?

Signifikansi perbedaan sepertinya semakin menajam sekarang.
Topeng-topeng menyembunyikan wajah.
Rupa serigala tertutup seringai basa-basi yang mengundang muntah.
Menjadi berbeda adalah lawan yang harus dibasmi. Cara-cara keji dan kata-kata kotor yang tertuang di blog-blog, friendster, dan berbagai wahana, makin menjamur dan menyampah.

Dimana persatuan yang terwakilkan kepalan tangan dan lagu perjuangan?
Apa itu pergerakan mahasiswa dan jargon-jargon penuh inspirasi?
Kemana larinya jiwa-jiwa yang berusaha membersihkan niat dan mewujudkan kebaikan demi kepentingan orang banyak?

Aku tertunduk dalam sesal dan resah.
Andil sekecil apapun mungkin telah turut menyebabkan semua.
Astaghfirullah...

Baik.
Cuma ini yang bisa dilakukan untuk perbaikan.
Katanya, nasihat sedikit-banyak mungkin dibutuhkan.
Maka kembalilah ke garis perjuangan semula, adik-adikku tercinta.
Berjuanglah demi kepentingan bersama.
Beasiswa untuk kaummu yang papa atas biaya kuliah yang melangit, birokrasi kampus yang tak mempermudah, atau transparansi keuangan universitas yang tak jua tunjukkan kejernihannya.
Korupsi negara, masihkah teringat?
Bencana dimana-mana, sudahkah bergerak?
Terlalu banyak agenda untuk dikalahkan oleh ribut-ribut soal kepentingan!

Teruslah berjalan.
Tegakkan kepala demi niat yang mulia.
Acuhkan segenap kerikil-kerikil kecil yang menggoda tuk disingkirkan.
Bongkah batu di depanmu, itulah masalah sebenarnya.
Biarkan orang lain berkata-kata.
Tapi cukuplah kemuliaan itu dengan kerja konkrit dan amal nyata.
Terus, teruslah berjalan di garis nurani jiwa, tanpa harus teracuni dendam atau prasangka...



~specialToSobat2...Berbenahlah.

4 komentar:

Anonymous said...

Ziauddin Sardar

dah baca ?

being skeptis and keep asking all the time my friend

Indra Fathiana said...

to yok: belom...baru aja denger namanya *gak gaul amat sih gua..*
tapi beneran. ga tau. kalo punya bukunya boleh tuh dipinjem :D
skalian dibawa pas tgl 11/12 nov ajah...

being skeptis? hmm...
outsider sih sekarang. tp sedikit perhatian sama kampus gak salah tho? bisa kok dibenahi. asal smua pihak mau sportif dan lapang dada nerima perbedaan aja.

Anonymous said...

asw.wr.wb
sabar indra... semuanya tidak bisa diwujudkan dalam satu malam..perlu ketenangan, perlu proses yg kdg naik kdg turun.. mereka ada cuma belum terlihat, mgkn saat ini sedang menghadapi ujian yg jauh lebih berat dibanding pendahulunya.. namun mereka tetap ada. kalau pun mereka tidak ada, toh kita tetap ada...(omsu)

Indra Fathiana said...

to omsu:
waaa...ada omsu.
iya bener. makin tua makin bijak aja dikau...ups!!! ^_^v
kapan niy makan2nya? hehe...