Malam demi malam acap beralih tanpa pamit,
Dan terpekur masih jiwa ini dalam rumit.
Memahami apa adanya ia, seperti menjelajahi ruang tanpa rambu ataupun bentuk.
Kadang tunduk, tak jarang pula ia terpuruk.
Sudah jelas sebagian pertanda,
Bahwa panas dapat saja menjelma hujan tiba-tiba.
Dalam kecemasan yang masih mengira-ngira,
Cukuplah sirat pudarnya memberikan makna.
Masih saja,
kalap jiwa terhuyung menjejak realita.
Laksana naungan langit pada dunia, sejuknya awan selalu menjadi penawar kala mentari terlalu terik menyala. Tapi tidakkah cukup biru itu membentang, dan mengapa yang terlihat selalu kelebatan putih yang hanya singgah barang sebentar?
Muaramu seharusnya keabadian saja.
Bukan lagi melankolik masa, ataupun romantisme biasa.
Bukankah agung-Nya terlalu indah tuk tidak menjadi panglima?
Maka biar saja pudarnya jua menyemburatkan cahaya,
Dalam kisruh nan keruh, yang disebaliknya bersembunyi pendaran pelita.
Sudah.
Kembalimu adalah bentangan tangan hangat-Nya.
Dan terantukmu adalah uluran kasih-Nya.
Biarkan tetes-tetes khouf dan roja’ menjelma
dalam gemuruh hari yang sarat dengan Diri-Nya semata:
Setinggi-tinggi Cinta!!!
“Tak ada nasihat, setiap insan dihadapkan ujian secara utuh yang difahami dirinya sendiri. Nikmati dengan rasa kekaguman, ‘mengapa saya yang dihadapkan pada kesulitan ini…?’ ”
(Pak GH, 10.09.07; 13:10 wib; dalamTatapGamangSaatHujanKianMelebatkanRinainya).
~bungkusDahTuhUrusan...enough,enough,enough.fuh...
Wed,14.09.07;10:42pm.
backsoundedBy: Sozo,Kitaro.
0 komentar:
Post a Comment