SATU
Kampus, 3 September 2007, 16.50 wib.
“Pak… doain ya… taun depan… hehe… kemarin ada sih… tapi… blablabla…”
“Yasudah, kasih isyarat donk…”
“Ha? Gak berani ah, Pak…”
“Lho, kenapa?”
“Takut… Takut ditolak…”
“Lho, terus kalo ditolak kenapa?”
“Kecewa… Sakit hati…”
“Lho, kalau kecewa terus kenapa?”
“Yaa… gak enak aja… walau tau siiih… mungkin bukan yang terbaik dari Allah…”
“Nah, kalau udah tau akan dikasih yang terbaik sama Allah, kenapa harus kecewa?”
“Ya tapi kan… manusiawi, Pak…”
“Indra, kecewa dan bahagia itu anugerah. Dalam kecewa, anugerahnya adalah kita akan semakin dekat dengan Allah…”
“…… “ *speechless*
DUA
Masih di Kampus, waktu yang sama
“Indra… lain kali kalau berdoa, jangan lagi meminta surga…”
“Gitu ya, Pak…”
“Hmm… Indra sepakat gak, kalau selain Allah, semuanya adalah makhluk?”
“Sepakat…”
“Nah, kalau gitu, surga makhluk juga bukan?”
“Ngg… iya…”
“Jadi, kenapa harus meminta makhluk, kalau ada penciptanya?”
“…..”
*speechless, plus nyengir lebar*
“Jadi, cukup minta ridho-Nya saja.”
“Tapi, Pak… kan ada pahala dan dosa. Kalau pake prinsip behavior, memang alamiah seperti itu kan?”
“Lalu?”
“Ya… karena punya banyak dosa, otomatis pengen punya banyak pahala, biar masuk surga…”
“Tapi apakah masuk surga itu karena banyak pahala?”
“Heheh… ya gak juga sih…”
*speechless plus nyengir lebar lagi. Berasa deh o’onnya…*
“Sudah… kalau Allah sudah ridho, apa saja dikasih!”
TIGA
Sms. 06.09.07, 04.50 wib
“Alhamdulillah, subhaanallah, allahu akbar. Melalui karuniaMu saat fajar ini, jernihkan hati kami dan peliharalah taqwa kami mensyukuri hidayahMu kala Engkau beri kesempatan bersilaturahmi dalam kesalihan bersama anakku tercinta Indra Fathiana dan ayah bunda serta saudara dan maupun setiap kerabatnya. Amiin”
“Allahumma aamiin. Semoga milyaran malaikat mengaminkan dan mendoakan hal yang sama pula bagi Bapak. Trima kasih ya Pak…”
EMPAT
Sms. 13.09.07, 05.08 wib
“Asswrwb, semoga Allah SWT membuka kemudahan untuk berikhlas, menjernihkan fakir, dan membeningkan hati kita, amiin. Maaf lahir batin, semoga keridhaan Allah subhaanahu wa Ta’ala merahmati kita setiap saat, dan keindahan Ramadhan menuntun terus tumbuhnya rasa syukur kita sepanjang hayat, Subhanallah.”
“Alww. Alllahuumma aamiin.. semogga ampunan dan ridho Allah senantiasa melekat pada kita… maafin Indra juga ya Pak. Salam untuk keluarga.”
LIMA
Sms, 10.09.07, 10.28 wib
“Bapak… mau tanya ya. Mengapa seringkali sulit ridho pada ketetapan Allah padahal segalanya adalah yang terbaik menurutNya? Indra dah tau… orang yang waktu itu… blablabla… tidak ada blablabla… Sulit sekali bersiap kecewa, padahal sudah tau bahwa mungkin bukan yang terbaik dari Allah… doakan Indra ya Pak… mohon nasihatnya…”
“Tak ada nasihat, setiap insan dihadapkan ujian secara utuh yang difahami dirinya sendiri. Nikmati dengan rasa kekaguman ‘mengapa saya yang dihadapkan pada kesulitan ini?’ “
“Makasih ya, Pak. Apapun itu, saya berterima kasih pada Bapak… kalimat itu sudah cukup mendalam maknanya. Dan saya tau, akan ada kemudahan setelah kesulitan. Pasti.”
ENAM
Sms, 17.09.07, 21:45 wib
“Asswrwb, sejak pagi menjelang shalat asar hari pertama mengajar di USU Medan,
dan saat ini baru selesai tarawih berjamaah bersajadah pemberian anakku Indra yang insya Allah saya doakan selalu sholihah.
Saya bertarawih di masjid istana maimoon medan yang megah namun sarat dengan syarat ke’fana’an. Subhanallah”
“Wah… Bapak… aku jadi iriiii… Semopga bermanfaat ya Pak.
Tau gak pak, kenapa Indra kasih Bapak sajadah dan peci?
Supaya Bapak selalu ingat sama Allah… Selalu jadi padi. Makin berisi makin merunduk.
Dan selalu ingat bahwa seberapapun tinggi kita karena prestasi, jabatan, atau kekayaan, hanya Allah yang Maha Tinggi. Bapak hati-hati ya disana. Banyak doakan Indra…”
“Ya. kubayangkan pemilik masjid ini berkuasa di semenanjung Malaka sampai Sumatra Timur dan Sumatra Tengah, namun ‘siapa?’ yang mengenalnya sekarang, walaupun gelar-gelarnya menggentarkan. Kita hanya makhluk jangan mengandalkan makhluk…. Allahu akbar, salam hormat saya untuk ayah ibu dan saudara-saudara Indra. Wass”
***
*Pak GH adalah dosenku, juga pembimbing skripsiku. Bagiku, beliau bukanlah sekedar dosen semata-mata, tapi juga ayah, guru, penasihat, dan saudara seiman yang luar biasa.
Setiap orang di kampus agaknya sepakat jika salah satu expert statistik berusia 50-an tahun di fakultasku ini adalah orang yang sangat low profile dan rendah hati. Satu ciri yang begitu innate dari beliau.
Berdiskusi dengan Pak GH seperti menimba air di sumur yang tak pernah kering. Kata-kata bijak, pemikiran mendalam dan filosofis, juga nasihat yang begitu membekas, adalah anugerah yang diberikan Allah untuk beliau. apalagi kalau beliau sms, wahh... suka bikin terharu... :')
Pak GH, semoga Allah mengampuni dan meridhoi Bapak dunia-akhirat ya…
grb dari http://www.danheller.com/images/LatinAmerica/Cuba/Scenics/Slideshow/img27.html
3 komentar:
“Pak… doain ya… taun depan… hehe… kemarin ada sih… tapi… blablabla…”
“Yasudah, kasih isyarat donk…”
“Ha? Gak berani ah, Pak…”
“Lho, kenapa?”
“Takut… Takut ditolak…”
“Lho, terus kalo ditolak kenapa?”
“Kecewa… Sakit hati…”
“Lho, kalau kecewa terus kenapa?”
...Hun, gak minta cariin aja sekalian sama Pak GH? ;;)...
to ocha:
ada cha, anaknya pak GH, fisip 2002.
tapi enggaklah...kan kita sodara tiri-an. hehe...
iya ya..minta cariin aja sama beliau.. hehe.
*ocha yang aaaaanehhhhh -_-'
duh..tak kuasa menahan air mata.., tulisan pak GH benar2 penuh arti
Ya. kubayangkan pemilik masjid ini berkuasa di semenanjung Malaka sampai Sumatra Timur dan Sumatra Tengah, namun ‘siapa?’ yang mengenalnya sekarang, walaupun gelar-gelarnya menggentarkan. Kita hanya makhluk jangan mengandalkan makhluk…. Allahu akbar,
Post a Comment