Aug 21, 2007

Cerita2 dari Nias (3-habis)

Hari ke-8 di Lahewa, 9 Juli 2007

Huwaa....semalam ada angin kencang plus hujan! Baju-baju yang kucuci semalam jadi jatuh dan basah semua. Sedihhh.... :’(
Terpaksa ngebilas ulang deh.

Me and Fa gak semangat sama sekali hari pertama ngisi training di Lahewa.
No passion at all! Parah gak sih...
Bahkan si Fa sampe gak mandi pagi itu saking malesnya... (jorok banget deh).
Mungkin efek dari ketidaknyamanan kita akan penginapan disini...

Aku juga sama tidak bergairahnya.
Oh c’mon Indra...luruskan niat mentransfer ilmu...
How you feel is up to you!

Akhirnya aku sms-in beberapa sahabat. Abis itu nerima sms balasan dan... thanks, frens and God, i’ve found my energy! How you feel is up to you!

Oya guys, kata-kata “how you feel is up to you” ini aku ambil dari judul sebuah buku tentang manajemen emosi. Beneran lho, how you feel emang is up to you. Kalau lagi ga semangat, coba putar balikkan perasaan itu menjadi perasaan semangat, ntar lama-lama dia muncul sendiri dan kita bakal jadi semangat lagi. Hal yang sama berlaku juga untuk rasa sedih yang kita alami, dan segala ketidakenakan emosi.

Tau kan, segala kejadian katanya bermula dari pikiran. Rasulullah saw juga bilang, Allah itu mengikuti prasangka hamba-Nya. Nah makanya... Be ware of ur thought deh ya!

Btw...
Malam ini tempat tidurku berguncang-guncang.
Gempa!!!

Kejadian menegangkan itu berlangsung selama kurang dari 10 detik. Tapi itu aja udah cukup bikin aku cemas. Jadi mikir macam-macam.... belum bikin surat wasiat :(
Gempanya lumayan kencang soalnya. Abis itu gak bisa tidur walau udah ngantuk.
Khawatir banget bakalan ada gempa susulan...

10 Juli 2007, hari kedua di Lahewa

Alhamdulillah, gempa semalam cuma 1 kali terjadi. Tenang deh...
Hari ini, waktu liat ke langit malam-malam, waahhh... subhaanallah, ribuan bintang berkerlip-kerlip menyapa!
Keren banget!

Rasanya gak bosan-bosan memandang ke atas. Cantiiiiikkkk...
Apalagi sambil dengerin Spirit Carries On-nya Dream Theatre yang inspiring abis.
Seperti biasa, ini saatnya bikin ngiri beberapa orang..
Yes, si Trian misuh-misuh karena mupeng berat... wakakak ^_^

Tadi siang masih lumayan males-malesan sih. Tapi it’s better than before. Beberapa guru juga antusias. Jadi keingetan sama dosenku waktu kul dulu deh. Waktu kelasku silent sepanjang kuliahnya dia, akhirnya dia ngomong terus terang dengan bete-nya.

“Saya heran dengan kelas 2001. Kenapa pasif sekali ya. Saya jadi bingung, kalian nih diam karena udah ngerti, apa belum ngerti, apa gimana...”

Haha...

Aku sekarang merasakan sendiri betapa tidak enaknya mengajar di kelas yang lebih mirip kuburan daripada ruangan kuliah. Jelas, akan lebih menyenangkan ketika mengajar di kelas yang murid-muridnya semangat ketimbang diam pasif tak bersuara. Energi pengajar itu justru berasal dari murid-muridnya ya...


11 Juli 2007, hari ketiga di Lahewa

Neraka dunia ya Allah...
Panas bener disini. Mataharinya menyengat sekali.
Fa menghiburku dan berkata, “Masih di dunia, Ndra...belum di akhirat...”
Padahal dia jauh lebih keringetan daripada aku.
Yaya... masih di dunia. Belum sepanas akhirat.

Hari yang cukup melelahkan.
Cuaca panas ditambah peserta yang gak pernah berhenti menyalakan rokoknya, membuatku luar biasa menahan kesal...


12 Juli 2007, hari keempat di Lahewa

Alhamdulillah, hari ini pelatihan berjalan cukup lancar. Kalau dibandingkan yang kemarin dimana pesertanya adalah guru-guru, peserta kali ini yang orangtua-orangtua siswa, malah lebih tertib menyimak. Pas aku bawain materi kebutuhan Maslow terutama tentang harga diri dan aktualisasi diri, mereka hening. Mungkin merasa bahwa apa yang selama ini mereka perbuat seringkali menurunkan harga diri anak-anaknya dan menghambat aktualisasi diri mereka...

Aku juga sempat cerita kisahku sama mereka. Stimulus nih ceritanya, biar mereka juga mau terbuka.
Jadi, waktu adikku umur 7 tahunan, aku pernah melalukan bullying terhadapnya.
Maghrib-maghrib tuh... Aku suruh dia sholat.
Eh, malah tidur-tiduran di sofa.
Lalu aku teriakin. Masih gak bangun juga.
Akhirnya aku ambil sapu dan kupukul dia.
“Kamu nih, disuruh sholat susah banget! Buk! Dosa tau ga! Bukan bapak lagi yang nanggung dosa kamu... Buk...buk... tapi kamu sendiri! Sholat sana! Buk! Sholat!”

Adikku semata wayang itu nangis kejer begitu aku pukul pake sapu lidi...
Dan aku, hingga kini, menyesal luar biasa :(
Jahat banget ya aku :’(

Pada kenyataannya, pukulan juga tidak membuat dia beranjak menunaikan perintah.
Jadi, kalau masih bisa cari cara yang tidak membully, soklah, harusnya pake cara lain...
Dudududu... para trainer...berintegritaslah!


13 Juli 2007, sudah hari kelima di Lahewa, rupanya...

Hari ini pelatihan ditutup dengan lumayan sukses.
Tau gak sih, mereka bilang apa?
“Semoga pelatihan ini bisa diadakan lagi kapan-kapan. Dan kami maunya sama Bu Indra dan Pak Fajar saja, tidak usah diganti tutor yang lain,”
Wuu... terbang deh gw... hahaha... ^_^

Oiya, satu hal lagi yang sangat menyenangkan hari ini adalah...
Aku jalan-jalan ke pantaaaaiiii!!!!!

Ya Allah...seneng banget! Soalnya pantai kali ini very-very amazing.
Dulunya, daratan yang kami injak-injak ini merupakan dasar lautan. Karena gempa dan tsunami kemarin, lautnya menyusut. Kebayang donk, kita berjalan-jalan di antara karang-karang besar dan dunia bawah laut! Tapi kok gak ada spongebob dkk ya? Kqkqkq...

Dah gitu airnya jerniiiiihhh...banget. Mirip sama Taman Laut Bunaken, walau masih kerenan Bunaken sih..
Ikan-ikan yang berenang di airnya keliatan hilir-mudik...
Ombaknya tenang...
Anginnya berhembus semilir....
Dan satu lagi, ketika malam menjelang, milyaran bintang bermunculan...
Dah gitu kita sambil makan durian... n_n *penting ya?*
What A Great Creator!
Subhaanallah...

14 Juli 2007, kembali ke base camp di Gunung Sitoli

Sempet-sempetnya nerima sms dari salah seorang peserta kemarin.
“Selamat jalan. Semoga Tuhan memberkati.”
Wah... jadi terharu...

Jadi inget, biasanya seusai training, para peserta berdoa bersama dan tak lupa juga untuk mendoakan kami. Macem-macem doanya, semoga Tuhan memberkati, semoga diberi rizki, kesehatan, jodoh... (yang terakhir ini kami amin-in keras banget lho... ups, hahaha....^_^)

Sampai di kota, seperti menemukan peradaban baru gitu.
Jauh bangetlah sama waktu di Lahewa. Disini tidur di kamar hotel yang nyaman banget, ber-AC (kalo di Lahewa dulu pake Angin Cepoi-cepoi), kasur empuk, kamar mandi lumayan lux, wah pokoknya bener-bener kayak orang kampung gitu dah...

Dan tentu saja, menikmati makan malam yang sangat menyenangkan.
Sayur capcay, cumi asam manis, udang goreng tepung, plus, desertnya masih teteupp durian. Sayangnya, malam itu migrenku kumat. Meriang deh...

Oiya, sebelum itu kami sempat evaluasi bareng-bareng.
Kami sepakat bahwa para peserta training itu menggemaskan.
Lho...

Salah, maksudnya, kita geregetan karena mereka udah biasa disuapin sehingga agak-agak males hidup mandiri dan gak mau berusaha supaya kehidupannya lebih baik.
Bayangin ya, kita udah berkoar-koar say to them bahwa “Apapun yang terjadi, pokoknya pendidikan itu sangat penting!”. Abis itu mereka mengeluh kalau semua terhambat karena mereka miskin dan gak mampu. Disini ini nih, yang bikin kita uugghhhh.... gemes! Soalnya mereka tu bahkan seperti gak punya ide tuk cari duit gimana caranya. Bikin usaha apaan kek, kerja kayak gimana kek... padahallll.... mereka punya tanah cukup luas, ternak macam-macam, dan hasil kebun yang kalau mau dioptimalkan, bisa cukup menyejahterakan.

Aku bahkan kalau liat tanah nias ini, berkali-kali bertanya, kenapa ya, potensi yang sedemikian hebat ini gak digarap untuk industri wisata, misalnya. Karena aku yakin banget, kalau saja disini dijadikan target wisata, akan jadi omset yang luar biasa bagi para penduduknya. Benahi ini-itu, buat promosi besar-besaran, aku jamin, Nias bakal jadi daerah wisata yang sangat digemari. Di Sorake, contohnya, banyak banget turis yang seneng surfing disana. Terus ada juga Laut karang kemarin yang sangat unik, belum lagi pantai-pantai lain yang berserakan dimana-mana.

Itu baru wisata.
Tanah kosong yang menghampar di setiap penjuru, kalau saja mau digarap dan ditanami, bisa jadi penghasilan juga.
Apalagi?
Budi daya penyu, kerajinan tangan, atap rumbia yang per meternya dihargai Rp.50.000,-, dan banyak lagi yang lain.

Ada satu kisah miris yang diceritain oleh Pak Yus, salah seorang rekan kami.
Waktu itu ada pendatang dari Jawa yang netap di Nias. Di lahan miliknya, ia sibuk menanam durian, palawija, dan sayur-sayuran lainnya. Setiap musim panen, tetangga-tetangganya yang penduduk Nias asli cuma memandang kagum dan berkata, “Wah, Pak Z, senang ya panen terus...”. Dan mereka gak terpancing bahkan untuk sekedar bertanya, “Gimana caranya supaya saya bisa seperti Bapak, dapat uang banyak tiap panen dari hasil bertani ini?”!!!!

Rrrgghh... Tolong ya... >_<

Dari cerita Mira yang ngobrol2 sama Pak T, salah seorang petinggi SC disini, kabarnya tahun 2009 most of NGO di Nias bakalan pergi meninggalkan tanah ini. Dan bisa dipastikan, para penduduk akan sangat kehilangan karena selama ini mereka amat-sangat bergantung pada mereka. Bayangin aja, setiap pelatihan itu mereka dikasih uang transport, 3 hari Rp.150.000,-. Dan Pak T bilang, uang SC yang beredar itu sekitar 2 milyar rupiah per harinya untuk ngadain kegiatan2 dan sebagainya!

That’s why mereka demen banget ikut pelatihan, karena dari situlah mereka berpenghasilan. Uangnya bisa dikumpulin buat kredit motor, beli HP, mabuk-mabukan, dst. Gak kepikiran tuh buat buka usaha, nabung, bikin gawean apa...
Malah nongkrong di warung buat minum-minum, pesta, dsb.
Yes, mereka hidup hanya untuk hari ini dan gak pernah berpikir untuk 6 bulan kedepan, 1 tahun, atau bahkan 10-20 tahun yang akan datang.

Itulah...

Kalau taun 2009 para NGO pergi, bisa dipastikan mereka kehilangan tempat bergantung. Jadi tantangan banget nih buat LSM-LSM lokal yang mungkin bergerak di bidang pembinaan untuk usaha kecil dan menengah.
Percaya deh, kita tuh bener-bener mirip kayak tikus yang mati di lumbung padi.
Kekayaan melimpah tapi gak mau dikelola. Pas dikelola orang asing baru teriak-teriak. Lha kitanya sendiri gak mau gerak...gimana mau dapet hasil...

Jadi senewen sendiri kan gua... -_-'

16 Juli, di Teluk Dalam

Ternyata kita gak nginep di tempatnya Tina lagi di pantai Sorake. Tapi kali ini di daerah pelabuhan.
Yah...Tina... gak bisa ketemuan lagi deh :(

Kali ini aku kenalan sama Astrid, field assistant SC, lulusan komunikasi Unpar.
Dan teuteup, ketemu sama Ade lagi. Tapi untung dia agak2 ‘bener’. Walau tetep aja pas makan malam aku jadi bulan-bulanan bullying lagi... blah... >:(

Oiya, housemaid losmen kami namanya Jul, masih sekolah kelas 3 SMA. Dia bekerja ngejagain losmen ini untuk biayanya sehari-hari. Ibunya tinggal di rumah dan adiknya masih ada 2 orang seingatku. Ayahnya sendiri sudah wafat.

Aku baru tau beberapa hari kemudian bahwa Jul ini pernah ikutan Olimpiade Fisika di Medan mewakili kabupaten Nias. Wah, hebat!!!

Menurut cerita Astrid, Jul ini punya semangat belajar yang tinggi, tapi terbentur sama masalah biaya. Dari Astrid pula aku tau Jul punya keinginan kuat untuk melanjutkan kuliah.

Aku pun mendekati dia, berharap bisa sedikit bertukar cerita.

Gak bisa ngasih apa-apa sih..., cuma sepenggal motivasi supaya dia terus belajar dan belajar. Aku dorong juga supaya dia masuk fisika ITB. Kalaupun nanti terbentur biaya, setahuku disana juga banyak beasiswa yang bisa diusahakan.

Dan matanya berbinar-binar menyiratkan optimisme yang dalam.
Bagiku, binar2 di mata anak kelas 3 SMA yang cerdas itu menyimpan kekuatan dan semangat kemajuan yang sangat kukuh....

Keesokan harinya, tanpa disangka, Jul mendekatiku.

“Kak, hp kakak tipenya berapa?” tanyanya sambil menimang casing hp dalam bungkusan.

“Sekian, sekian. Mirip tuh kayak punya kamu. Tapi keypadnya aja yang beda. Wah, casing baru ya? Bagus...” pujiku.

“Mmh...iya, tapi aku salah beli. Ini buat kakak aja deh...” ujar Jul sambil menyodorkan casing hpnya.

“Eh, aku harus bayar berapa nih?” salah tingkah aku bertanya.

“Gak usah. Buat kenang-kenangan aja..” katanya sambil tersenyum.

“Serius? Saya bayarin aja,” aku bersikeras. Gak enaklah. Dia kan juga kekurangan.

“Enggak. Buat kakak aja, kenang-kenangan dari saya.”

Akhirnya kuterima casing biru itu dengan perasaan antara tak enak hati dan senang.

Gimana dunk... orang dikasih...

Jadi ceritanya, si Jul baru dikasih Hp second sama seseorang.
Tapi hpnya itu memory cardnya gak ada. Yaudah aku kasih aja memory card hpku. Habis di Nias harganya mahal, bisa mencapai 200ribuan. Tentu si Jul mikir2 untuk beli. Pas aku tanya kakakku, di Jakarta 100ribu juga dapet. Walau kata kakakku gak enak ngasih yang bekas, kupikir daripada entar di Jakarta ribet lagi ngirim2 via pos, ya udah kuberikan punyaku aja. Itung-itung buat kenang-kenangan juga.

Dan dia keliatan sennnengg...banget menerimanya.
Tapi tetep aja aku kasih syarat sama dia.
Syaratnya adalah dia harus janji sama aku untuk belajar sungguh-sungguh supaya bisa tembus SPMB tahun depan agar masuk Fisika ITB.
Haha... jadi ngebully deh aku ^_^

Oya, di dekat losmen kami itu, ada seekor anjing kecil berbulu lebat.
Puppy puppy gitu deh. Lucu banget. Badannya genduuut... n_n
Kalo aja aku boleh pegang, pasti aku akan elus-elus badannya kayak kucing.
Uuughh...gemes...

Di Teluk Dalam ini, sayang banget, ada beberapa kesan tak mengesankan.
Aku dan beberapa fasilitator lainnya sempat kelaparan berjam-jam.
Karena losmen si Jul tidak menyediakan makanan kecuali snack dan warung makanan juga agak jauh, akhirnya kami selalu makan malam nyaris jam 9.
Gak ngerti juga sih... kenapa pihak SC sebagai tuan rumah tidak mengusahakannya di jam yang lebih normal.
Kebayang donk kami habis ngisi pelatihan seharian, dan harus ‘dipaksa’ kelaparan sampai lewat jam makannya....
Akibatnya, berhari2 disini perutku banyak banget diisi pop mie.
Khawatir banget deh ni usus kenapa-napa... :(

Btw, talking bout pelatihan, gak ada yang special tuh kayaknya.
So far berjalan lancar dan ditutup dengan manis juga.
Biasalah, si Fa menutup training dengan menceritakan kisah temannya yang berjuang mati-matian untuk sekolah karena keterbatasan biaya.
Dulunya dia berasal dari keluarga termiskin nomor 2 sekampungnya di pelosok Kalimantan sana. Tapi sekarang dia udah kul S2 dan memiliki beberapa perusahaan.

Selalu, ketika Fa selesai membawakan cerita ini, ruangan hening tak bersuara.
Mungkin mereka bercermin, kondisi mereka saat ini tidaklah semenderita rekan si Fa. Tapi rekan Fa yang lebih susah itu justru lebih keras berjuang dan dia berhasil.
Episode berjalan 20 kilo ke sekolah, masuk IPB tanpa dibekali uang, jualan koran sambil menahan malu terhadap teman-teman kulnya, yg dramatis2 gitulah...

Dan aku selalu saja tergetar ketika mendengar kisah ini.
Ya...semoga aja bisa menggedor jiwa-jiwa mereka untuk terus mengusahakan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya.

Satu hal menyedihkan di saat-saat terakhir ini adalah aku gak sempat main-main ke pantai lagi. Jadilah sepanjang perjalanan dari Teluk Dalam ke Gunung Sitoli, aku cuma bisa memandangi lautan biru yang bikin iri. Hiks, padahal aku belum puas dan masih pengen banget mengunjungi laut... :((

Hal lain yang sangat menyenangkan selama perjalanan berkeliling pulau Nias ini adalah saat-saat dimana aku melambaikan tangan dari balik jendela mobil kepada anak-anak yang kami lewati.

Pasti deh, tak terlewat untuk kulakukan.

“Dadaaaaghh...” sapaku sambil tersenyum ramah.
Dan mereka membalas dengan lambaian tangan pula, tersenyum amat lebar sambil juga berkata,
“Daaaaghh....”
Ahh...seneng banget liat anak-anak itu tertawa!!! ^_^

See... betapa ramahnya mereka.
Gimana aku gak akan kangen kalau gini caranya coba...
Hiks...

23 Juli 2007, Gunung Sitoli.

Kami pamitan sama kru2 SC. Ketemu juga sama Jess, salah satu pimpinan SC wilayah Indonesia. Bahasa Inggris orang Filipina ini lucu juga. Maksudku, dialek dan cengkok filipine-nya kerasa banget dalam spellingnya. Hehe... tapi biar gitu masih bagusan englishnya dia dibanding aku... huhu....

Next...

Pesawat delay karena cuaca buruk.
Jess bilang, dia pernah pergi ke Medan dari Nias suatu hari. Dari ketinggian, pulau Sumatra itu udah keliatan. Tapi pesawatnya musti kembali lagi ke Nias karena cuaca buruk tidak memungkinkan pendaratan.

Kami yang mendengarnya cuma bisa saling berpandangan.
Sebegitunya-kah?
Weleh-welehhh....

Akhirnya kami pulang sabtu pagi dari Nias.

Begitu meninggalkan bandara, aku sempat berdoa.
“Ya Allah... jagalah Nias ini...
Terimalah amal-amal kami selama memberikan pelatihan disini, dan jadikanlah ia sebagai amal jariyah yang tiada putus-putusnya.
Jadikanlah peserta training kemarin orang-orang yang lebih baik dari sebelumnya, dan berikanlah mereka kekuatan dalam melaksanakan tugasnya...”

Pesawat meninggalkan landasan dan keharuan di dadaku memuncak.
Aku pasti akan merindukan Nias...
Pasti.
Laut birunya...
Udara bersihnya...
Keramahan penduduknya...
Guru-guru penuh dedikasi yang mengajar dengan tulus...
Huhuuu.... ngenesnya terasa di dalam hati :’(

Eh, aku sempat ngeliat Om Adiwarman Karim satu pesawat sama aku ternyata.
Pakar ekonomi syariah itu... kursinya cuma beberapa langkah dari tempat dudukku.
Kalau aku sebelahan, mungkin bisa diskusi panjang lebar kali ya.
Bukan apa-apa. Waktu jaman SMA dulu, aku interes banget sama ekonomi syariah. Dan salah satu pakar yang aku dan temanku fans-kan, selain Syafii Antonio, adalah Adiwarman Karim ini. Tapi perahuku tak berlabuh di ekonomi syariah akhirnya. Malah tertambat di psikologi.
Tapi tak apa. Emang bukan rejekiku aja mungkin...


Sabtu malam, 21 Juli 2007.
Jakarta, here we come!

Alhamdulillah.... sampai juga di Jakarta.
Dijemput mamah dan kakakku.
Capek juga, soalnya oleh2ku 1 tas kebawa di pesawat berikutnya. Jadi nungguin deh selama 1 jam di bandara.

Well...
That’s all my story about journey to Nias.
Just wanna share aja.
Mudah-mudahan ada yang bisa diambil. Kalau gak yaa..gapapa juga ^_^

Ok, sampai ketemu di cerita jalan2 berikutnya.
Buat seluruh doa dan supportnya selama ini, te-ri-ma ka-sih yaa :)

0 komentar: