Kerap, semunya keindahan membuat langkah berhenti menapak.
Dalam satu bentangan masa, begitu banyak hal membuat jiwa terlena.
Terkadang tak lagi sadar bahwa perjalanan belum akan usai.
Seringkali bahkan justru terlalu masyuk menikmati kealpaan, padahal perhitungan juga acap mengintai.
Berlembar-lembar catatan, rasa-rasanya sudah cukup menjadi laporan untuk diajukan ke pengadilan mahsyar.
Sudahkah Jiwa, getarmu sungguh-sungguh tergugah saat Ia meyapa penuh kasih dan perhatian?
Sementara pongah itu berjalan terlalu santai, ada yang menatap pilu dan bertanya dengan lidah yang kelu,
“Ummatku, kembalilah pada Robb-mu…”
Begitu selalu.
Bahkan ibanya mungkin telah memenuhi dinding-dinding langit, mengetuk-ketuk singgasana walau tak lagi dapat ia kembali menjadi penyeru manusia.
Jikalah ia masih disini, bersama kita hari ini, apa yang dapat menggantikan airmatanya yang mungkin menganak-sungai melihat kondisi umat terkasih yang tak lagi mengindahkan sang utusan?
Sungguh, amatlah merugi mereka yang tak jua bergegas mengaca diri, menelanjangi aib-aib sebelum segalanya tak lagi tertutupi.
Sudahkah permainan ini membuat dirimu semakin menjauh, dan tak lagi sadar bahwa jarak yang ditempuh kan membuat jiwa kian merapuh?
Serupa gugus demi gugus jalinan gemintang di langit biru, jua bermilyar jarak antara rasi ini dan itu, mungkin demikian pula gambaran jiwamu dengan Sang Maha Tahu.
Mengapa belum juga tersadar saat bongkah-bongkah kesat bersemayam semakin dalam, dan mengurat-akar dalam hati yang binarnya kian padam?
Mengapa belum jua terbit ketakutan, ketika lembar demi lembar peringatan dalam kalamNya selalu terlantunkan?
Sudah demikiankah jernihmu menghitam, hingga selisik cahaya tak lagi mampu membuat pendar-pendar di antara sekian banyaknya titik-titik kelam?
Sudah sebanyak itukah karatmu membuat cerminnya kusut-masai, dan tak lagi mampu memantulkan pelita di tengah mutiara yang kusam?
Hingga tiba akhir perjalanan,
Niscaya sesal tak lagi berguna walau tangismu melantunkan rindu-dendam.
Walau jeritmu berteriak hingga parau,
Takkan ada lagi sedetikpun kesempatan untuk mengulang perjalanan.
Sudahlah, Jiwa.
Terus saja mendaki meski ketinggian tampak sulit diraih.
Terus saja berjalan walau kerikil demi kerikil membuat lukamu tak kunjung pulih.
Jikapun kematian menghampiri sesaat lagi,
Setidaknya tunjukkan saja bahwa sadarmu menjadi pertanda usang hati ini akan kauperbarui.
Jadi Jiwa,
Kembalilah segera disini.
Berjanjilah bahwa kita ‘kan akhiri segala hina diri,
Hingga menjumpai keabadian hakiki,
Yang luputnya membuatmu terjatuh kini.
ThxToRitshukoOkazaki4BacksoundingMe.
GreyMonday, 20.08.07, 04:45am.
~Sya’ban,AtThe-onceMore-RealBeginning…
gbr dari http://www.darksky.org/resources/protecting-our-night-environment.html
0 komentar:
Post a Comment